Mohon tunggu...
Cerpen

Karena Batik

4 November 2018   22:00 Diperbarui: 4 November 2018   22:02 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Semerbak wangi malam memenuhi seisi rumah itu. Di pojok ruangan terlihat bayangan seseorang penuh kasih sedang melukis menggunakan angannya yang hangat. Ibu, adalah sosok yang selalu Arsana kagumi. Beliau adalah ibu yang berhati besar dan menyayangi Arsana dengan segenap jiwanya. Arsana selalu senang melihat Ibu menumpahkan jiwa seninya pada selembar kain mori, ia setia untuk duduk berjam-jam di samping Ibu hanya untuk melihat segala gerak- gerik jari Ibu yang menari-nari mengitari kain mori. Arsana sendiri yang artinya selalu gembira, membawa suasana selalu ceria bagi siapapun yang berada bersamanya. Rumah kecil ini tidak akan menjadi sehangat itu jika tidak ada Arsana. Ibu dan Arsana tinggal di rumah kecil di Kampung Giriloyo, Jogjakarta. Kampung itu memang kampung berkumpulnya para pebatik- pebatik andal. Ibu adalah salah satu pebatik yang dikagumi oleh warga-warga di Kampung Giriloyo.

Kala itu, Arsana berumur 5 tahun. Tepat pada hari ulang tahunnya, Ibu memberikan karya terindahnya berupa selendang batik tulis kepada Arsana. Karya-karya Ibu memang unik dan tak ada duanya. Ibu selalu menandakan batik miliknya dengan mengukir tanda tangan nama Ibu, Ningsih, yang artinya dalam kasih. Namun, untuk selendang kali ini Ibu menambahkan gambar bunga anyelir, yang bermakna kasih seorang ibu. Ibu ingin agar Arsana selalu ingat bahwa Ibu sangat mengasihi Arsana. Selendang itu tidak pernah lepas dari tubuh Arsana. Kemanapun ia pergi, selendang itu akan melekat pada dirinya. Arsana tidak akan bisa tidur tanpa selendang itu. Dua tahun sudah berlalu, Arsana sudah berumur 7 tahun, Ibu mengajak Arsana

untuk pergi ke kota dan membelikannya tas baru karena Arsana akan memasuki sekolah dasar. Mereka menyusuri jalan antara kampung dengan kota. Memang jalanan itu sangat sepi, tengok kanan dan kiri hanya ada sawah. Dalam perjalanan menuju kota, sebuah mobil melaju dengan kencang dan menghantam mereka berdua. Mobil tersebut tidak akan menyangka bahwa akan ada orang yang berjalan di jalanan itu dan memang kondisi jalanan itu sepi. Ibu mendekap Arsana dalam pelukannya sehingga tubuh Ibu terbentur aspal dan ia pingsan. Pengendara mobil itu lari begitu saja tanpa memberi pertolongan sedikitpun. Alangkah beruntungnya Arsana, ia tidak terluka sedikitpun, tetapi begitu ia merangkak keluar dari pelukan Ibu, ia terkejut melihat Ibu yang sudah terbaring tak berdaya dan penuh luka dimana-mana. Spontan, Arsana mencari pertolongan. Ia berjalan lebih jauh lagi sembari berteriak minta tolong. Tak sengaja selendang  pemberian Ibu jatuh dari pundak Arsana. Arsana menyadari itu dan tanpa pikir panjang ia berlari ke tengah jalan untuk mengambil selendang itu. Sialnya, sebuah mobil melaju dengan kencang dan menabrak Arsana yang sedang berjongkok meraih selendangnya. Kali ini kepala Arsana menghantam pembatas trotoar dengan sangat keras. Tanpa ia ketahui, terjadi pendarahan dalam kepala dan darahnya telah membeku sehingga ia mengalami long term memory loss. Namun, wanita pengendara mobil ini berhati baik sehingga ia keluar untuk memeriksa apa yang terjadi. Alangkah kagetnya, Arsana sudah terbaring. Si wanita berniat untuk melaporkan ke polisi. Namun, si pengendara berpikir kembali. Kondisi yang dialami nya saat ini tidak memungkinkan dirinya untuk pergi ke kepolisian. Wanita ini sedang dalam pelarian setelah ia bercerai dengan suaminya di Semarang karena suaminya adalah seorang lelaki yang melakukan KDRT dalam kehidupan rumah tangganya dan juga ia merupakan seseorang yang memiliki pengaruh kuat dalam kepolisian. Ia memberi mandat untuk semua kepolisian sekitar Semarang dan Jogja untuk melaporkan jika ada yang menemukan gerak-gerik istrinya. Maka dari itu, ia mengurungkan niatnya untuk melaporkan kejadian ini ke polisi. Namun, apa yang harus dilakukan oleh wanita ini? Karena ia memiliki belas kasihan yang begitu besar, ia mengangkat Arsana pulang dan merawatnya. Wanita ini memiliki seorang anak perempuan yang berusia 5 tahun, ia membawa anaknya juga dalam pelarian karena takut suaminya ingin mengambil hak asuh atas anaknya. Di sisi lain, Ibu akhirnya ditolong oleh warga daerah itu yang kebetulan sedang lewat. Cepat-cepat ia bawa Ibu ke rumah sakit terdekat. Sayang nya, Ibu koma 3 hari. Setelah Ibu bangun, ia segera mencari Arsana. Namun, semua orang yang bersaksi mengatakan bahwa tidak ada anak kecil di daerah tersebut selama selang waktu dekat kejadian itu. Ketika sudah pulih, Ibu segera kembali ke kampungnya dan mengumumkan bahwa Arsana telah hilang. Namun, apa daya seorang Ibu yang hidup pas-pasan karena ia tahu untuk mengurusi ini semua ke kantor polisi membutuhkan biaya yang cukup besar. Dalam kehampaannya ini, Ibu tidak bisa tidur setiap malam. Ia selalu memikirkan keberadaan Arsana, apa yang sedang Arsana lakukan, bagaimana keadaan Arsana saat ini. Selama Arsana tinggal dengan ibu angkatnya yang sekarang, di pusat kota Jogjakarta, Arsana disenangi oleh ibu angkatnya karena Arsana senang membantu. Sebuah kejadian yang memantapkan hati sang ibu angkat adalah ketika Arsana sadar dan membuka mata, ia langsung memanggil ibu angkatnya "Ibu,". Ia menjadi tidak tega dan menerima untuk merawat Arsana dan  juga anaknya mengatakan bahwa ia akan senang jika memiliki kakak yang akan menjadi teman bermainnya nanti. Setelah Arsana siuman, sang ibu angkat menanyakan nama, darimana ia berasal, dan bersama siapa saat kejadian itu. Namun, Arsana tidak dapat menjawab semua pertanyaan itu dan hanya dapat menjawab dengan 3 kata : "tidak tahu, Bu,". Dari situ, sang ibu angkat mengetahui bahwa anak ini lupa  ingatan. Maka dari itu ia memberi Arsana nama baru, yaitu Maria. Keluarga ibu angkat ini menganut agama Katholik sehingga Arsana diberikan nama seorang santa. Setelah bertahun-tahun Arsana tinggal bersama ibu ini, Arsana disekolahkan di SMA Stella Duce. Suatu hari Arsana mendapat tugas untuk live in ke sebuah kampung pebatik. Kampung tersebut adalah Kampung Giriloyo, tempat tinggal ia dulu. Masing-masing rumah penduduk disinggahi oleh 2 murid dan tak disangka Arsana kebagian untuk menempati rumahnya dulu. Begitu ia memasuki kawasan kampung, ia merasa familiar dengan suasana kampung. Sesampainya ia di rumahnya dulu, ia juga merasakan hal yang sama, seperti ia pernah tinggal di tempat itu. Arsana memasuki rumah itu tanpa kecurigaan apapun, sama halnya dengan Ibu melihat Arsana. Setelah Arsana dan temannya selesai meng-unpack barang bawaannya, mereka dipanggil Ibu untuk melihat proses membuat batik karena memang itu tugas utama mereka. Ibu mengambil malam untuk dilelehkan diatas nyamplung (wadah untuk memanaskan dan menampung cairan malam), setelah malam itu meleleh sepenuhnya, Ibu mengambil canting lalu menyendokkan canting ke dalam malam dan mulai melukis di atas kain mori. Lalu Ibu menawarkan Arsana dan temannya untuk mencoba melukis diatas kain mori. Giliran Arsana melukis, jari jemari Arsana melukis dengan sangat terampil, memang sejak kecil Arsana sudah diajarkan Ibu untuk melukis batik. Ibu pun kaget, "Apakah kamu pernah belajar untuk membatik?" Arsana menjawab, "Tidak, Bu. Ini pertama kalinya saya membatik,". Ibu terkagum oleh kemampuan Arsana membatik. Ketika giliran temannya Arsana melukis, tak sengaja ia menyengol nyamplung dan malam cair itu tumpah sebagian dan menyebabkan malam yang tersisa tidak cukup untuk melanjutkan melukis. Ibu meminta tolong Arsana untuk mengambilkan malam di gudang, "Nak, bolehkah kamu ambilkan malam di gudang. Kamu belok-," belum sempat Ibu menjelaskan dimana letak gudang, Arsana dengan sigap menggambil "Baik, Bu. Akan saya ambilkan," Ibu terbengong heran. Setelah Arsana kembali, Ibu bertanya, "Bagaimana caranya kamu tahu letak gudang dan letak malam nya kalau kamu tidak pernah kesini sebelumnya?", Arsana tersadar "Ah, iya juga ya, Bu. Saya tidak pernah kesini sebelumnya tapi entah mengapa alam bawah sadar saya kaki ini membawa saya jalan ke gudang itu," Arsana kebingungan sendiri. Setelah selesai memperhatikan Ibu membatik, Arsana dan temannya beristirahat karena hari sudah mulai malam. Sebelum tidur, Arsana mengeluarkan selendang batiknya dan Ibu melihatnya. "Darimana kamu mendapatkan selendang ini? Apakah kamu tau kalau ini aku yg membuatnya? Lihat terdapat inisial namaku disitu dan juga ini adalah selendang pemberianku kepada anakku saat dia berulang tahun 5 tahun," Arsana kebingungan lalu ia menjawab "Dari kecil aku sudah memiliki selendang ini, Bu. Aku tidak tahu darimana aku mendapatkan selendang ini," Ibu kembali bertanya, "Dengan siapa kamu tinggal sekarang?" "Aku tinggal dengan ibu kandungku dan seorang adik perempuan," Ibu kehilangan harapan, "Kalau anak ibu masih hidup sekarang, ia sudah sebesar kamu. Selama ini aku tidak pernah bisa tidur nyenyak. Aku khawatir sekali akan anakku yang terkasih. Kamu mengingatkanku kepada anakku. Cara kamu tersenyum, cara kamu menjadi pembawa suasana di rumah kecil ini," "Tapi aku masih sedikit bingung, Bu. Mengapa aku bisa sangat familiar sekali dengan rumah ini. Bahkan aku bisa pergi ke gudang tanpa panduan ibu. Perasaanku seperti aku pernah tinggal disini sebelumnya," "Bolehkah aku melihat kembali selendang itu?" Arsana menyerahkan selendang itu sembari berkata "Ini adalah selendang kesayanganku, Bu. Sejak aku kecil selendang ini sudah bersamaku. Sampai aku berumur 17 tahun sekarang, aku masih tidak bisa tidur tanpa selendang ini." "Apakah kamu tahu maksudku menambahkan gambar bunga anyelir ini?" Arsana menggeleng. "Aku ingin agar aku selalu diingat oleh anakku. Aku ingin ia tahu bahwa aku sangat mencintainya." Lalu, Ibu mengeluarkan sebuah album foto. Ia  membukanya dan menunjukkan foto nya ia dulu bersama Arsana yang berumur 6 tahun. Alangkah terkejut nya Arsana, "Bu, apakah ini diriku?" Ibu memperhatikan dengan seksama. Dilihatnya wajah Arsana yang ada di hadapannya dan kembali ia melihat wajah Arsana di album foto. "Nak, sepertinya ini memang kau. Kaulah anak perempuanku yang selama ini hilang dan telah kembali," mereka berpelukan dan menangis haru.

"Mungkin karena itulah sedari tadi aku merasa hawa-hawa familiar ketika aku memasuki rumah ini, Bu."

"Iya, Nak. Kalau begitu, bolehkah aku menghubungi ibu angkatmu dan mengajaknya kemari?"

"Tentu, Bu."

Lalu, Arsana menghubungi ibu angkatnya untuk ke Kampung Giriloyo. Keesokan harinya ibu angkat Arsana telah sampai di kampung itu. Ibu sangat berterima kasih kepada wanita yang 10 tahun terakhir merawat Arsana dengan sangat baik. Akhirnya wanita ini angkat bicara.

"Sepuluh tahun yang lalu, aku mengangkatmu sebagai anak karena aku tak sengaja menabrakmu, dengan segala pertimbangan akhirnya aku tidak melaporkan ke polisi tapi aku langsung membawamu pulang bersamaku. Saat itu juga aku sudah berusaha untuk mencari ibu kandungmu tapi usahaku gagal. Aku tidak bisa menemukan ibu kandungmu. Sesampainya kau di rumahku, kau langsung memanggilku 'ibu', akupun tidak tega jadi sampai sekarang aku masih merawatmu. Ketika itu aku menanyakan namamu, tempat tinggalmu, tapi kau tidak ingat apa-apa, dan dari situ aku tahu bahwa kamu hilang ingatan. Mau dikembalikan kemanapun aku juga tidak tahu karena aku tidak tahu asalmu darimana."

"Tapi apapun itu, aku sangat berterimakasih kepadamu karena dengan kasih kamu merawat anakku, Arsana. Sekarang aku biarkan Arsana untuk memilih ia ingin mengikut siapa."

"Aku akan menjalankan studiku di Jogjakarta. Tetapi setiap liburan aku pasti akan kesini, kok, Bu."

"Apapun pilihanmu, aku tetap menghargainya. Karena batik, kita dipersatukan kembali, Arsana"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun