Mohon tunggu...
Humaniora

Mengajak Bijak Memperlakukan Air

11 April 2017   16:13 Diperbarui: 12 April 2017   02:00 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

   Air.Seperti api, ia punya ungkapan yang sama: “Kecil menjadi berkah,besar menjadi musibah.” Maknanya adalah: manusia hanyamembutuhkannya dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan saja.

   Tuhan sudah mewariskan air dalam jumlah yang tetap konstan di bumi inihingga akhir zaman. Ia hanya berubah wujud sekali-kali. Kadang berupauap yang melayang di udara, berhimpun dalam wujud gumpalan awan diatmosfir, lalu turun sebagai benda cair, menjadi air yang dikenalmanusia sehari-hari. Kemudian, sebagian terserap ke dalam badan tanahdan menjadi berkah tersendiri di musim kemarau yang kering, sebagaimata air. Di belahan bumi lain, air juga bisa berubah menjadi bendapadat dalam wujud es, sebelum mencair kembali. 

   Siklusitu seperti sengaja diciptakan supaya air --yang tersimpan dalamreservoir raksasa bernama laut, tersebar merata ke seluruh permukaanbumi dan bisa dimanfaatkan segenap penghuninya, baik tumbuhan maupunhewan, termasuk manusia. Selama siklus ini berjalan normal: lautmemberikan uap airnya, kemudian hujan turun dengan intensitas yangcukup, sungai mengalir tenang dengan airnya yang jernih, sumur-sumurtetap berair di musim kering, dan tetanaman tumbuh subur di atastanah yang gembur dengan kecukupan air yang terjamin, maka air punhadir sebagai berkah. 

   Tapiapa yang terjadi pada waktu yang lain? Air datang sebagai banjirbandang yang mendatangkan bencana. Sungai-sungai meluap, bendunganjebol, lahan pertanian rusak, bahkan banyak manusia menjadi korbantenggelam. Dan di waktu yang berbeda terjadi sebaliknya: hujan lamamenghilang entah ke mana, mata air kering, tanah-tanah pertaniankerontang, tanaman mati, manusia kekurangan air. Semuanya tentulahtidak terjadi begitu saja, tapi mutlak ada variabel yang mempengaruhisiklus ideal tadi. Di luar kekuasaan Tuhan, manusia, sebagai penguasabumi, pastilah menjadi faktor yang menentukan semua kondisi ini. 

BagaimanaMengelola Air Baku?

   Air(mestinya) kembali menjadi buah pikiran atau bahan renungan seluruhpenghuni bumi dalam momentum Hari Air Dunia (World Water Day) pada 22Maret 2017 ini. Hari Air Dunia merupakan kegiatan tahunan BadanLingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang ditujukan untukmenggugah kepedulian warga dunia akan pentingnya air bagi kehidupan,seraya mengajak bijak memperlakukan air melalui pengelolaan yangberkelanjutan. 

   Mengapaharus peduli air? Pakar pengkajian masalah air, Dr. Ir. Firdaus Ali,M.Sc, mengatakan  bahwa ketersediaan air bersih dan layak minummenjadi masalah yang makin serius dihadapi dunia, termasuk Indonesia.“Indonesia sudah mengalami krisis air dalam 10-20 tahun terakhirini,” kata Firdaus. Selain karena masalah alam, penyebabnya adalahkarena sebaran penduduk yang tidak merata yang menyebabkanpengelolaan air baku menjadi makin kompleks. 

   “PulauJawa yang luasnya hanya 6,8% dari luas daratan Indonesia dihuni oleh55% penduduk Indonesia, dengan ketersediaan air hanya 4,5% dariketersediaan air di seluruh Indonesia,” ujar pendiri dan pimpinanIndonesia Water Institut, lembaga pengkaji masalah air, itu. Kondisiini makin diperburuk oleh rusaknya lingkungan akibat alih fungsilahan yang makin marak sebagai imbas dari makin padatnya penduduk.Dampaknya adalah, groundwateratau air tanah makin berkurang karena menyempitnya lahan bervegetasi,dan runoffatau air permukaan tanah yang hanyut, makin meningkat. “Reservoirair berupa bendungan-bendungan yang telah dibangun tidak mampumenampung air untuk persediaan, sehingga air hujan yang turunsebagian besar hanyut ke laut, terbuang percuma,” kata Firdaus. 

   Saatini Indonesia hanya memiliki 284 bendungan yang cuma mampu menampung12 milyar m3 air, sehingga hanya sanggup menyediakan 58 m3 airperkapita penduduk per tahun. Padahal, PBB menetapkan bahwa untukmencapai ketahanan air, suatu negara harus mampu menyediakan 1.700 m3air per kapita per tahun. Jika tidak, negara itu masuk kategorimengalami krisis air. 

   Rusaknyalingkungan juga menyebabkan daerah tangkapan air dan daerah aliransungai tidak lagi mampu menyimpan air sebagai sumber mata air sungai.Air hujan yang jatuh sebagian besar langsung hanyut ke sungai danmeluap di hilir sebagai air bah. Apalagi, intensitas hujan seringtidak menentu. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR),yang juga mantan Direktur Jenderal Sumber Daya Air, BasukiHadimuljono, mengungkapkan bahwa dalam siklus lima tahunan,intensitas hujan tercatat semakin tinggi, dengan kenaikan sekitar22%. Artinya, dalam durasi hujan yang sama, jumlah air yang turunlebih banyak, dibandingkan dengan siklus sebelumnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun