Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengajak Mahasiswa Menulis Sebuah Ajakan Edukatif

6 Maret 2024   21:33 Diperbarui: 6 Maret 2024   21:41 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi latihan menulis (sumber: Balai diklat...)

Tadi pagi di kampus STP Santo Petrus Kefamenanu, di Aula Sulama. Ada kuliah gabung mata kuliah Pastoral Umat. Kira-kira hadir 120-an mahasiswa calon Guru Agama.

seperti biasa, mereka mengenakan seragam almamater. Lebih banyak cewek daripada cowoknya. Ya. Namanya juga calon guru zaman sekarang. Apalagi guru agama. Sudah pasti yang paling banyak peminatnya adalah perempuan.

Sudahlah, jenis kelamin tak penting. Yang penting masih ada yang mau meneruskan tradisi mengajari anak sekolah. 

Dosen mengawali kuliah dengan menyampaikan tema kuliah hari ini dan tujuan yang diharapkan dari mahasiswa. 

"Hari ini kita memasuki bab kedua dari rangkaian perkuliahan pastoral umat, yakni:  "Sejarah dan tanda-tanda zaman sebagai konteks pastoral umat".  

Para mahasiswa dihantar untuk menemukan konsep membaca sejarah sebagaimana dikatakan oleh mendiang Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, "Janganlah sekali-kali melupakan sejarah" atau lebih terkenal dengan akronim " Jasmerah". 

Mengapa kita perlu membaca sejarah

Ada tiga alasan mengapa setiap orang termasuk para mahasiswa calon guru agama perlu membaca sejarah.

Pertama, Sejarah tidak pernah netral

Bahwasanya sebuah kisah yang tersaji dalam sejarah itu harus dibaca lewat penafsiran penyaji atau dalam hal ini penulis. 

Betapapun sejarah itu berpangkal pada data dan fakta, namun bagaimana data dan fakta itu dikumpulkan dan disistematisasikan untuk selanjutnya ditafsirkan, tidaklah terlepas dari subyektivitas penafsir dan penyusun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun