Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Tan Ailing, Pacar Cinaku

8 Februari 2016   03:47 Diperbarui: 8 Februari 2016   03:52 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Namanya Tan Ailing, mamanya memanggilnya Aling. Tubuhnya yang tinggi semampai, bahkan jangkung untuk ukuran wanita, 175 cm adalah anak dari pemilik rumah makan yang sering saya kunjungi. Buat saya menu mie atau nasi gorengnya terasa istimewa, lebih istimewa lagi kalau Aling yang melayani.

Kuperhatikan Aling rajin dan cekatan, kadang pagi hari aku pesan nasi goreng melalui telpon agar diantar ke mess tempat aku tinggal yang tidak jauh dari rumah makan itu. Seperti biasa Aling yang mengantar dengan mengendarai sepeda balap yang membuat aku tersenyum. Tak ada rasa canggung, Aling yang berparas cantik ini menjalani hari-hari membantu orang tuanya berdagang diluar jam kuliahnya.

Saya yang masih lajang, ditunjuk oleh pimpinan instansi tempat saya bekerja untuk memimpin kantor perwakilan nun jauh  di Indonesia bagian tengah. Dengan profesi dan kedudukan saya, sangatlah mudah bergaul mulai dari masyarakat bawah sampai pejabat daerah di kota kecil itu.  " Bapak pejabat dari pusat kah ...?  Begitulah orang sering bertanya karena mobil dinas yang kugunakan berpelat pemerintah dari Jakarta. Aku cuma menjawab dengan senyuman saja.

" Besok kami tidak buka ..... " Kata mamanya Aling ketika aku makan mie kesukaanku malam itu agar pagi besok Aling mengantar nasi goreng untuk sarapan.

" Mami mo pigi antar Aling wisuda .... " mama Aling melanjutkan dengan logat khas indonesia tengah yang setahu saya seorang single parent menghidupi Aling dan dua adik lakinya yang masih kecil.

" Kalo begitu aku antar besok ... " Kataku menawarkan diri, sejenak mamanya Aling ragu, menengok Aling yang sedang menyajikan mie kesukaan saya.

" Sudah ... jangan dibantah, besok  saya jemput ... " Kata saya seperti memaksa.

Pagi-pagi saya menjemput mereka, sudah berdandan rapi layaknya pergi pesta. Sebentar saya menghabiskan makan pagi yang sudah disiapkan.

Mata para wisudawan dan keluarganya tampak heran memandang kami bertiga, mungkin bagi mereka agak janggal Aling dan mamanya berwajah tipikal Cina sedangkan saya berasal dari Jawa. Bisik bisik teman Aling menanyakan saya, sayapun nyeletuk asal nyeplos memperkenalkan diri sebagai calon suami yang langsung dilirik mamanya Aling.

Ternyata Aling mendapat nilai tertinggi yang disebut oleh pembawa acara dalam wisuda D3 itu yang diminta tampil ke mimbar, ikut naik maminya,  kata saya sambil berdiri  meminta mamanya Aling ikut naik kepanggung.  Tak saya sadari, sayapun naik ke panggung, ingin turun lagi sudah terlanjur naik mimbar rasanya tidak enak dan diperkenalkan sebagai keluarga wisudawan terbaik untuk mendapatkan ucapan selamat.

Waduh, diperkenalkan jadi keluarga Cina, saya membatin. Tentu saja langsung mengundang perhatian, mungkin tubuhku yang juga jangkung, Ailing juga jangkung mengundang keingin tahuan para undangan. Terlebih kami dinimta memberikan satu patah dua kata sambutan, maminya Aling melirik saya agar saya yang berbicara didepan micropone. Pede sekali saya memberikan kata sambutan dan ucapan terima kasih sambil memuji almamater yang telah menelurkan manusia-manusia yang berguna bagi masayarakat yang diiringi tepuk tangan hadirin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun