Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Marzuki Ali yang Membingungkan

30 Mei 2011   19:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:02 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Saya minta Kapolri untuk mengusut penyebar sms fitnah terhadap Presiden SBY.Waktu satu minggu saya kira cukup bagi kapolri untuk menangkap dan memproses secara hukum penyebar fitnah ini,"ujar Marzuki Ali kepada wartawan di Jakarta, Senin (30/5/2011). Petikan berita  dari media online Inilah.com ini cukup menarik untuk disimak sebab bisa mempunyai makna ganda.  Pertama, Marzuki Ali dalam kapsitasnya sebagai pejabat negara yang mengingatkan Kapolri untuk mengusut penyebar fitnah Presiden RI. Kedua, himbauan itu keluar karena Marzuki Ali sebagai kader partai demokrat meminta Kapolri untuk mengusut penyebar fitnah pembina partainya.   Masyarakat pembaca berita yang beropisisi terhadap kepemimpinan SBY kemungkinan akan memaknai seperti yang kedua itu.  Sebab, sebagaimana yang dilakukan oleh Ki Gendeng Pamungkas yang memakai huruf SBY pada pelat nomor polisi mobilnya, hal itu langsung membuat elit partai ini merasa gerah.

Sebetulnya, jika Marzuki Ali bersikap netral sebagai ketua DPR yang harus mampu berdiri diatas semua kepentingan maka ucapan atau himbauan itu tak harus dia keluarkan. Sebab, tidak perlu ada himbauan apalagi memberikan tenggat waktu seperti itu  karena sudah menjadi tugas Polri untuk mengusutnya. Disini terlihat bahwa wakil rakyat masih terkotak kotak sehingga fungsi DPR yang seharusnya menjadi wakil rakyat pada prakteknya menjadi wakil partai politik dan rakyat hanya dimanfaatkan sebagai bantalannya. Situasi seperti ini sangat wajar terjadi sebab dalam kenyataannya dengan system pemilihan anggota legislatif telah terjadi penyimpangan oleh karena berkembangnya money politics.  Ongkos politik yang mahal menyebabkan sifat individualisme dikalangan wakil rakyat sangat menonjol karena keberhasilan hingga menduduki kursi wakil rakyat adalah berkat kemampuan individu secara materi. Hujan interupsi hingga mengarah adu jotos  dalam sidang DPR adalah sebuah hasil dari seleksi  yang  membuat para pesaing  menggunakan berbagai cara termasuk cara kotor seperti  money politik itu. Jika ada yang tidur dalam sidang atau sempat2 nya menonton film mesum adalah sebuah bukti dari disorientasi yang berangkat dari tujuan menjadi anggota DPR adalah untuk kemulyaan, bukan untuk pengabdian.

Bukan rahasia lagi, jabatan apapun membutuhkan imbalan sehingga transaksi jabatan menjadi hal yang biasa. Sebetulnya para pejabat inilah yang paling rentan menjadi pecandu narkoba sebab umumnya transaksi jabatan sudah umum berakhir ditempat hiburan yang merupakan pusat peredaran narkoba. Beberapa waktu yang lalu, DPR memasukkan larangan mengunjungi tempat hiburan malam dalam tatib yang menuai kontroversi sebab memang sudah ada larangan bagi pejabat negara untuk memasuki dunia hiburan malam yang berbau maksiat.  Tak usah mencari peraturannya, peraturan tersebut adalah peraturan manusia beragama yang dalam ajaran agama telah ditanamkan sejak dini. Namun, apakah peraturan bersama yang ditandatangani Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), yang mengatur setiap pecandu yang kedapatan membawa kurang dari 1 gram narkotika akan dibebaskan karena sudah begitu banyak pejabat negara sudah menjadi pencandu narkoba ?. Jika memang demikian hal ini sudah sangat memprihatinkan sebab korupsi akan sulit dihapuskan.  Mengapa ?.  Logikanya sederhana saja, seorang pria yang suka memasuki tempat hiburan malam sudah pasti telah melakukan kebohongan terhadap anak istrinya maka sangat mungkin dia juga akan membohongi rakyat.   Lalu apa hubungannya dengan sms fitnah terhadap SBY tersebut ?.  Jelas sangat erat hubungannya sebab hal itu terjadi karena ada yang kecewa dengan kepimpinan SBY.

Apa yang disampaikan oleh Marzuki Ali diatas, tentu akan membingungkan bagi mereka yang netral atau sebut saja golongan putih sebab hal ini mencerminkan  kemarahan, ketersinggungan dirinya. Mengapa harus marah atau tersinggung sementara negara kita dikenal sebagai negara korup. Alangkah bijaknya sebagai pimpinan wakil rakyat beliau menyikapi fitnah tersebut sebagai dorongan untuk intropeksi, sudahkah DPR melakukan fungsinya dalam  pengawasan terhadap jalannya pemerintahan menuju pemerintahan yang bersih ?. Masih banyak bangsa ini yang kecewa, maraknya unjuk rasa, pernyataan tokoh lintas agama, maraknya paket bom adalah reaksi masyarakat yang kecewa namun dengan cara penyampaian yang berbeda satu sama lain. Apapun isi SMS fitanh terhadap pimpinan negara tersebut adalah kasus lain, namun reaksi Marzuki Ali sebagai pimpinan DPR menjadi membingungkan, berpijak pada kepentingan rakyat atau kepentingan partai ?.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun