Mohon tunggu...
Doddy Poerbo
Doddy Poerbo Mohon Tunggu... -

apalah arti sebuah nama

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kisah Alfian Tanjung, Dua Perkara "Serupa" Berbeda Ujungnya

30 Mei 2018   19:55 Diperbarui: 30 Mei 2018   20:09 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Alfian Tanjung divonis bebas karena dianggap tidak terbukti bersalah melakukan ujaran kebencian lewat cuitan 'PDIP 85% isinya kader PKI' di   akun Twitter. Vonis bebas itu disebut Alfian sebagai sikap jelas agar   Indonesia melawan gerakan komunis,setelah menjalani sidang pembacaan  vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Besar Raya,  Jakarta Pusat.

Alfian bebas dari tuntutan 3 tahun penjara dan  denda Rp 100 juta yang merupakan kasus keduanya. Alfian  tidak terbukti  bersalah melakukan ujaran kebencian lewat cuitan 'PDIP  85% isinya kader  PKI' di akun Twitter karena dianggap hakim hanya  melakukan copy-paste dari media.

Kasus  yang pertama, Alfian dilaporkan karena dalam ceramahnya yang diunggah  di YouTube  dianggap menyinggung nama Nezar Patria dan Teten Masduki  sebagai antek  PKI. Alfian menyebut Teten sebagai komunis. Bahkan pihak  Istana  Kepresidenan juga dituding kerap melakukan rapat soal PKI setiap  pukul  20.00 WIB sejak Mei 2016. Sidang bergulir dan Alfian divonis 2  tahun penjara pada 13 Desember 2017 di Pengadilan Negeri Surabaya.

Dua  kasus serupa tapi ujungnya tak sama, Vonis bebas yang dijatuhkan hakim  kepada Alfian Tanjung dalam kasus  ujaran kebencian dinilai menjadi  pukulan telak bagi aparat Polda Metro  Jaya selaku penyidik. Vonis bebas  itu menjadi penanda bahwa  kriminalisasi ulama semakin nyata sebagai  mana pandangan Ketua Presidium IPW ( Indonesian  Police Watch ).

Kalau  kita bicara kepentingan, hanya Tuhan dan penyidik yang tau sebab yang  dijadikan pedoman adalah KUHAP, sepanjang menurut penyidik tidak  melenceng atau mudah dipatahkan, perkara bisa maju ke pengadilan. Namun  demikian, tak menuutp kemungkinan dimuati sebuah kepentingan terutama  yang bermotifasi uang seperti oknum hakim yang dicokok KPK dalam OTT  KPK.

Seperti yang terjadi di Polresta Bandar Lampung, seorang  pengusaha pengembang perumahan ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan  penipuan terhadap calon pembeli rumah yang ditawarkan oleh perusahaan  pengembang yang dipimpinnya.

Belakangan diketahui dari sidang praperadilan yang dinyatakan gugur karena sidang pokok pidana sudah  dimulai, penyidik tidak menggunakan tata cara penanganan perkara  korporasi sesuai Perma no 13 tahun 2016, tentu saja perusahaan langsung  tutup dan tidak ada solusi.

Dalam sidang terungkap, para korban  beralasan melapor polisi karena tidak dapat menemui pimpinan perusahaan.    Analoginya, kalau pemilik perusahaan tidak dapat ditemui maka menjadi  tindakan pidana pemilik perusahaan itu. Persepsi hukum demikian bisa  terjadi dengan mengabaikan Perma tersebut yang salah satu terbitnya  didasarkan pada pertimbangan adanya kekosongan hukum untuk menjangkau  korporasi dalam KUHAP.

Terungkap lebih lanjut, gagalnya  pembangunan rumah para calon pembeli yang sudah membayar uang muka  karena lokasi perumahan tersebut masuk wilayah zona merah dimana  sebelumnya perizinan sudah diproses dan dilengkapi persyaratanya. Zona  merah atau jalur hijau, mungkin hanya istilah yang peruntukannya adalah  untuk konservasi. Disini timbul kerancuan, wilayah itu boleh dibangun  tapi peruntukan pariwisata dan juga BPN sudah menerbitkan sertifikat.

Yang  unik lagi, dalam persidangan hakim menyarankan kepada pemilik tanah  asal yang menjadi saksi agar mengembalikan uang pembayaran tanah kepada  terdakwa sedangkan dia duduk sebagai pesakitan karena dakwaan penipuan.

Hukum  itu kadang membingungkan, seperti menyangkut perkara pengembang itu  tadi, perseroan telah menanamkan investasinya di tanah, baik untuk  pembelian tanah maupun untuk pengolahannya serta "membayar" perizinan,  kalau mengikuti saran hakim aga pemilik tanah asal mengembalikan uang  terdakwa, kalau  teralisir saran tersebut,  uang itu perlukah untuk  membayar kerugian calon pembeli?  Mestinya menjadi masalah keperdataan,  lalu apa gunanya dia disangka menipu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun