Produk yang sudah jadi kemudian dibagikan kepada seluruh peserta sebagai hasil karya bersama. Â Antusiasme peserta terlihat sepanjang kegiatan berlangsung. Ibu-ibu tak hanya menyimak penjelasan, tetapi juga aktif bertanya, mencatat, bahkan berdiskusi tentang keamanan bahan dan efektivitas penggunaannya. Suasana belajar yang terbuka dan santai membuat pesan-pesan kesehatan lebih mudah diterima. Evaluasi kegiatan dilakukan melalui kuesioner sebelum dan sesudah penyuluhan. Hasilnya menunjukkan peningkatan pemahaman yang signifikan. Misalnya, pengetahuan tentang kadar alkohol efektif dalam hand sanitizer naik dari 18,9% menjadi 95,4%. Selain itu, semakin banyak peserta yang menyadari bahwa tidak semua jenis kuman bisa dibunuh hanya dengan hand sanitizer. Kesadaran akan bahaya penggunaan bahan kimia seperti triklosan juga meningkat tajam. Menariknya, pemahaman peserta tentang waktu penggunaan hand sanitizer yang tepat melonjak dari 50% menjadi 86,4%, meski sebagian responden mulai lebih sering memilih hand sanitizer dibanding sabun dan air karena kemudahan penggunaannya. Kendati demikian, penekanan tetap diberikan bahwa mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir merupakan metode paling efektif dalam menjaga kebersihan tangan.
Peningkatan pengetahuan juga tercermin dalam kemampuan peserta membedakan fungsi alkohol dan triklosan, serta kesadaran akan risiko penggunaan hand sanitizer berlebihan yang bisa menyebabkan iritasi kulit. Semua informasi ini dikemas dalam bahasa yang mudah dipahami dan relevan dengan keseharian peserta. Kegiatan ditutup dengan sesi dokumentasi, pembagian snack, serta evaluasi internal oleh tim pelaksana. Secara keseluruhan, pelatihan ini tidak hanya berhasil memberikan keterampilan praktis, tetapi juga membangun kesadaran baru akan pentingnya produk kebersihan yang aman, efektif, dan berbasis bahan lokal alami.
Plang tersebut menampilkan informasi tentang lamanya waktu sampah---seperti plastik, kertas, hingga logam---terurai secara alami di lingkungan. Informasi ini dikemas dalam desain visual yang menarik dan mudah dipahami, sehingga efektif menyampaikan pesan kepada semua kalangan, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa yang beraktivitas di area RPTRA.
Kegiatan ini berlangsung dalam suasana kolaboratif. Sebanyak 15 orang terlibat secara langsung dalam proses pembuatan plang---mulai dari menyiapkan alat dan bahan, menyusun informasi, mengecat papan, hingga pemasangan di area strategis RPTRA. Warga terlihat antusias, bahkan beberapa di antaranya aktif berdiskusi mengenai isi plang dan berbagi cerita tentang kebiasaan pengelolaan sampah di lingkungan mereka.
Plang yang sudah dipasang menarik perhatian warga yang melintas. Tak sedikit yang berhenti sejenak, membaca isinya, lalu mulai terlibat dalam percakapan seputar dampak sampah plastik. Beberapa anak-anak yang bermain pun ikut bertanya tentang gambar dan informasi yang tertulis. Interaksi spontan seperti ini menunjukkan bahwa media visual yang dipasang di ruang publik memiliki potensi besar dalam menyebarkan pesan lingkungan secara terus-menerus. Â
Evaluasi kegiatan dilakukan secara observasional, keterlibatan aktif warga, respon spontan terhadap isi plang, dan diskusi yang muncul selama kegiatan menjadi indikator keberhasilan metode edukatif yang diterapkan. Warga tak hanya menjadi penerima informasi, tetapi juga turut serta dalam proses penciptaannya. Dari sisi pendekatan, kegiatan ini menggabungkan tiga unsur penting: edukasi, partisipasi, dan visualisasi. Dengan melibatkan warga secara langsung dan menyampaikan pesan dalam bentuk visual yang kuat, kegiatan ini dinilai efektif dalam membangun kesadaran kolektif serta menumbuhkan rasa tanggung jawab bersama terhadap kebersihan lingkungan.
Tidak hanya menghasilkan plang edukatif sebagai produk fisik, kegiatan ini juga membawa dampak psikologis dan sosial yang positif. Warga merasa memiliki peran dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan nyaman, dan keberadaan plang menjadi pengingat harian bagi siapa pun yang melintas di kawasan RPTRA. Secara keseluruhan, "Terurainya Sampah"Â bukan hanya sebuah proyek sederhana, tetapi sebuah langkah kecil dengan potensi besar dalam membangun budaya lingkungan yang lebih baik. Pesan yang tertulis pada plang mungkin singkat, namun dampaknya bisa bertahan lama setiap kali seseorang membacanya dan mulai berpikir dua kali sebelum membuang sampah sembarangan.
 Menanam tanaman obat ternyata bukan hanya soal kesehatan, tapi juga tentang kemandirian, pelestarian budaya, dan mempercantik lingkungan. Inilah yang menjadi semangat utama kegiatan hari ketujuh Praktik Farmasi Sosial (PFS) Kelompok 29 Universitas Esa Unggul, yang berlangsung di RPTRA Cambela, RW 03 Kampung Belakang, Kalideres.Â
Dengan tema "Tanaman Obat Keluarga: Apotek Hidup di Rumah Kita", kegiatan ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat tentang manfaat dan cara menanam TOGA (Tanaman Obat Keluarga). Meski jumlah peserta terbatas hanya 10 orang, antusiasme yang ditunjukkan warga membuat suasana kegiatan terasa hidup dan penuh semangat kolaborasi.Â