Mohon tunggu...
Kelana Saputra
Kelana Saputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu Hubungan Internasional UPN Veteran Yogyakarta

Fidelis Ad Imperium

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Alasan Afghanistan Memilih Indonesia sebagai Mediator Konflik Tahun 2017-2019

5 Oktober 2022   21:10 Diperbarui: 5 Oktober 2022   21:14 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Republik Islam Afghanistan merupakan negara mayoritas Muslim berada di posisi Asia Selatan yang berbatasan dengan Pakistan di sebelah selatan dan timur dan di sebelah utaranya berbatasan dengan Turkmenistan, Uzbekistan dan Tajikistan. 

Penduduknya yang heterogen, terdiri dari beberapa etnis seperti Pashtun, Tajiks, Hazara dan Uzbeks tidak lantas dapat mempertahankan hidup damai dan rukun. Hal ini dikarenakan, Afghanistan sebagai negara yang mempunyai konflik berkepanjangan. 

Perang Afghanistan telah berlangsung lama sejak adanya invasi Soviet, pada akhirnya pejuang Mujahidin Afghanistan berhasil mendepak tentara beruang merah (Uni Soviet). Ternyata, keberhasilan ini tidak bertahan lama karena perpecahan antar faksi-faksi terus berlanjut ditambah lagi dengan kehadiran kekuatan faksi baru fenomenal yakni Taliban semakin memudarkan harapan perdamaian bagi rakyat Afghanistan.

Perang Afghanistan kembali terjadi pada tahun 2001, serangan terorisme yang sempat mengguncang dunia pada tanggal 11 September 2001 dimana serangan tidak terprediksi muncul seketika dan menghancurkan World Trade Center (WTC) di New York City, Amerika yang disinyalir berasal dari gerakan terorisme internasional yaitu Al-Qaeda. Untuk menumpaskan Al-Qaeda yang diketuai oleh Osama bin Laden, AS memanfaatkan situasi darurat 'Perang Melawan Terorisme' sebagai pembenaran untuk langsung menginvasi Afghanistan yang merupakan tempat persembunyian para teroris tersebut yang pada saat itu dikuasai oleh Taliban. 

Namun, AS mengalami hambatan karena pemerintahan Taliban menolak untuk menyerahkan koalisinya. Pasukan militan Taliban sendiri adalah aliran Islam garis keras yang dituduh melindungi Al-Qaeda dan kekuasaannya di Afghanistan sempat berkuasa pada tahun 1994-2001. Kemudian pemerintahan Taliban yang dipimpin oleh Mullah Mohammad Omar berhasil digulingkan oleh pasukan koalisi pimpinan AS. Sejak kejadian ini, Taliban bersama gerakan Anti-Government Elements (AGEs) semakin memberontak tatkala AS tidak kunjung angkat kaki dari bumi Afghanistan.

Ada 4 permasalahan yang menjadi focus, yaitu penarikan pasukan AS, jaminan bahwa tidak ada teroris yang menargetkan AS, gencatan senjata, dan negosiasi dengan pemerintah Afghanistan. Perundingan perdamaian ini ditengahi oleh Qatar dan Jerman sebagai pihak yang dianggap netral dan akses negosiasi bagi Barat dan Afghanistan mengatakan bahwa komponen penting dalam proses perdamaian ini adalah berdialog dengan warga Taliban. 

Pemerintahan Afghanistan pun tidak tinggal diam, beberapa percobaan untuk mencapai perdamaian dilancarkan, namun belum membuahkan hasil sama sekali karena Taliban sendiri tidak mengakui legitimasi pemerintah Afghanistan. 

Selain itu, rencana penarikan pasukan AS menimbulkan kegusaran bagi Afghanistan dimana situasi militer masih buram yang kemudian muncul pertanyaan besar apakah kekuatan Afghanistan dapat berdiri sendiri tanpa dukungan bantuan militer dan dana dari luar selama setengah dekade ke depan.

Negosiasi antara AS dan Taliban pun kandas untuk sementara waktu, pemerintah Afghanistan sebagai sebuah negara independen tentunya memiliki strategi tersendiri untuk mengantisipasi segala kemungkinan gagal negosiasi dengan Taliban. Pada April 2017, di masa kepemimpinan Presiden Ashraf Ghani sempat melakukan Three Nation Asia-Pasific Tour ke Australia, Indonesia dan Singapura. 

Kunjungan ini fokus membahas dan menandatangani sejumlah perjanjian tentang membasmi terorisme serta hal-hal rekonstruksi lainnya seperti manajemen air dan perkembangan ekonomi.  K

etiga negara kunjungan pilihan Afghanistan ini telah melewati pertimbangan dengan spesialisasi serta ciri khas masing-masing negara, dimana Afghanistan membutuhkan pengalaman untuk membangun kembali negaranya melalui penguatan kerjasama bilateral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun