Kesimpulan
konsep-konsep Nietzsche seperti The Will to Power, Ja Sagen, dan Amor Fati membentuk pandangan hidup yang sangat positif, di mana hidup harus diyakini dan ditegaskan sepenuhnya. Setiap pengalaman, termasuk penderitaan, dianggap sebagai bagian dari kekuatan kreatif kehidupan, dan mencintai takdir berarti mencapai kekuatan, kebebasan, serta keaslian diri. Seperti yang diinginkan Nietzsche, manusia seharusnya berkata: 'Ya, ini hidupku --- dengan seluruh suka dan dukanya --- dan aku mencintainya sepenuhnya.
William James (1842--1910) -- Filsuf dan Psikolog Amerika
William James dianggap sebagai pendiri pragmatisme Amerika dan salah satu pemikir yang menggabungkan psikologi dan filsafat. Fokus pemikirannya bukan hanya teori atau keyakinan abstrak, tetapi bagaimana pengalaman dan tindakan nyata membentuk kebenaran.
William James: Keberanian untuk Percaya Sebelum Ada Bukti
Dunia modern menuntut bukti untuk segala sesuatu, termasuk keyakinan, di mana data, logika, dan kepastian menjadi dasar. William James, melalui pemikirannya, melihat pikiran sebagai alat kreatif untuk membentuk dunia, bukan sekadar cermin, dan dalam The Will to Believe, ia menekankan bahwa keyakinan adalah tindakan yang tidak memerlukan kepastian, sehingga kita hidup dengan menciptakan bukti melalui keberanian bertindak.
Transformasi Realitas Melalui Keyakinan
Berbeda dari Stoa yang menyarankan ketenangan di tengah badai atau Nietzsche yang mendorong mencintai badai itu, William James justru mengajak untuk "membangun badai sendiri", di mana hidup bukan sekadar bertahan melainkan menulis ulang realitas melalui keyakinan tulus. Misalnya, bagi seseorang yang kehilangan pekerjaan, harapan, dan arah, James menyarankan: percayalah dulu bahwa hidupmu masih berarti, sehingga keyakinan itu menciptakan makna baru. Teori James bukan tentang optimisme kosong, melainkan berpikir produktif yang menyalakan api dari dalam, di mana keajaiban lahir dari keputusan berani untuk percaya terlebih dahulu, sebelum bukti tampak.