Mohon tunggu...
Martika Yosiana
Martika Yosiana Mohon Tunggu... Penulis

Seorang ibu rumah tangga yang menyalurkan hobi menulis...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Demo Ojol dan Efek Domino Ekonomi Digital: Siapa yang Sebenarnya Terdampak?

23 Mei 2025   10:21 Diperbarui: 23 Mei 2025   12:16 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber (Bing Image Creator)

Beberapa waktu terakhir, unjuk rasa para driver ojek online kembali jadi sorotan. Tuntutan mereka cukup jelas: penghapusan tarif hemat dan pengurangan potongan dari aplikasi. Di permukaan, ini terdengar wajar. Tapi, jika kita tarik ke belakang, masalah ini jauh lebih kompleks dari sekadar tarif naik atau turun.

Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh para driver ojol, tapi juga menyentuh pengguna, UMKM, dan bahkan platform itu sendiri.

Mari kita lihat dari sisi pengguna dulu. Masyarakat kita saat ini berada dalam kondisi daya beli yang sangat sensitif. Kenaikan tarif hanya seribu dua ribu rupiah saja bisa membuat banyak orang berpikir dua kali untuk memesan ojol. Bahkan demi menjemput anak sekolah, orang bisa cek semua aplikasi dulu demi dapat tarif paling murah.

Jika tarif hemat ditiadakan, lalu potongan driver lebih kecil dikabulkan, maka kemungkinan promo dikurangi. Besar kemungkinan jumlah orderan akan turun. 

Artinya, meski pendapatan per order naik, secara akumulasi penghasilan driver bisa makin kecil karena order berkurang drastis. Padahal awalnya, demo ini dimaksudkan untuk menambah penghasilan.

Lalu, bagaimana dengan para pelaku UMKM yang berjualan lewat aplikasi? Mereka juga tak kalah terdampak. Jika promo dikurangi, maka omset mereka otomatis anjlok. Apalagi bagi pelaku usaha yang hanya mengandalkan penjualan online tanpa toko fisik. Ini bisa jadi pukulan telak. Potongan yang dikenakan platform pun sudah cukup tinggi, bahkan bisa mencapai 20-30%, lebih tinggi dari potongan berjualan di marketplace.

Situasinya serba salah. Di satu sisi, mitra merasa diperas dan tidak sejahtera. Di sisi lain, platform masih perlu membakar uang demi menarik konsumen. Belum lagi masyarakat yang semakin sensitif dengan harga. Roda ekonomi digital jadi tersendat di tengah tekanan ekonomi yang berat.

Lantas, bagaimana solusinya?

Satu-satunya jalan ideal adalah jika ekonomi kita membaik dan daya beli masyarakat meningkat. Kalau masyarakat sudah tidak terlalu sensitif lagi terhadap harga, maka anggaran promosi bisa dialihkan untuk menyejahterakan mitra. Tapi, di tengah situasi sekarang, di mana selisih seribu rupiah saja bisa membuat orang pindah aplikasi, mungkinkah itu terjadi?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun