Mohon tunggu...
Abdul Harris
Abdul Harris Mohon Tunggu... - -

-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pahlawan Zaman Now

8 November 2017   12:54 Diperbarui: 8 November 2017   14:39 928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada hal yang paling menarik selain membicarakan soal selera tanpa perbedaan, dan tidak ada hal yang paling meresahkan selain menunggu kapan foto dan status bisa di like dan diberi komentar yang baik-baik atau kalu bisa menganggungkan dari ke epic-kan dari foto dan status tersebut.

Fenomena inilah yang barangkali merupakan gambaran singkat dari sekedar ilustrasi yang paling luas dari zaman ini. Mengapa?, ada suatu peristiwa lampau yang sebenarnya pasti untuk terjadi, dan semakin menjadi-jadi ketika di salah artikan. 

Tentang apa?, menuju 72 tahun merdeka, bangsa Indonesia telah berubah wajah dengan begitu cepat dari masa ke masa, sedangkan pada penampakan atas perubahan ini, wajah-wajah yang berubah itu susah mundur ke balakang untuk melihat dan memahami segala tragedy paling berkesan dan menyengsarakan yang pernah terjadi, yakni hanya sekedar tanpa sekedar untuk membingkai nama besar itu, "Indonesia". 

Siapakah mereka, sosok yang flamboyan dan membakar seperti, Soekarno, siapakah yang dingin tanpa kritik seperti bung Hatta, dan siapakah yang sangat fenomenal dan susah ditebak seperti Tan Malaka. Bangsa manakah yang paling banyak memiliki nama-nama besar yang membingkai nama tersebut, selain bangsa kita dengan memiliki 169 pahlawan. Bahkan nama-nama itu sudah menjadi barang bekas catatan kaki yang siap punah di gudang yang semakin dijarah habis oleh lawan-lawan mereka terdahulu.

Memang iya bagi mereka, jika mengingat kisah dan kesosokkan orang-orang yang hamper punah itu, hanya menguras waktu dan energy yang sebenarnya lebih baik di habiskan untuk menyentuh segala kemewahan dan ke elokkan barang-barang modern. Tanpa bekas, alat-alat yang semakin menunjang kemajuan bangsa ini mendapatkan prioritas yang paling utama dalam mengisi aktifitas tanpa memberi kesempatan pada selah-selah waktu sisah untuk sekedar melakukan refleksi singkat terhadap peristiwa masa lalu yang begitu, susah, berdarah gelap dan kelam untuk dilwati. Bagaimana menjelaskan mereka. Mereka siapa?, generasi bangsa Indonesia saat ini.

secara terminology, banyak istilah yang dilekatkan untuk mereka. Mulai dari generasi modern, Postmodern, Milenial, Post Milenial dan berganti secara cepat dari generasi X ke generasi Z. Dimana seluruh abjad dari huruf-huruf kapital secara peristilhan telah dilewati, dan era mereka ini disebut menjadi era yang terakhir. Secara umum ada pengelompokan dalam setiap era dengan masing-masing karakteristiknya. 

Pertama, yang disebut sebagai generasi baby boomers, yakni generasi yang lahir pada era 46-64, dengan karakteristiknya, berjiwa petualang, optimistik, berorientasi kerja, dan anti pemerintah. Kedua, generasi X, lahir pada era 65-76, dengan karakteristik, individualistik, luwes, skeptis terhadap wewenang, dan memiliki harapan yang tinggi terhadap pekerjaan. Ketiga, generasi Milenial, lahir pada era 77-95, dengan karakteristik, percaya diri, berorientasi pada kesuskesan, toleran, kompetitif, dan haus perhatian, dan yang terakhir adalah genersi Z. lahir pada era 96-2010, dengan karakteristiknya, menghargai keberagaman, menjadi agen perubahan, berorientasi pada target dan senang berbagi[1].   Dari sisi negatifnya generasi terakhir (Generasi Milenial maupun Z) lebih mementingkan kepemilikan barang dibanding pengalaman seperti yang diutamakan generasi pra milenial (Y). secara substansial, segala keputusan yang di lakukan oleh generasi ini adalah keputusan pribadi.

Soal  kepahlawan, generasi terakhir ini memiliki kecendrungan untuk memuja tokoh-tokoh Darko (drama korea), Pagar (para gamers) dan youtubers dengan kitab-kitab baru mereka, yakni media sosial untuk dikonsumsi setiap detik, tanpa jam dan hari. Bukan untuk belajar menganalisa masalah dan wacana, tapi untuk mencurahkan kegundahan pribadi, dan surplus posting foto di BBM, Instagram, Line, Facebook, twitter, dan lain-lain. Mereka ini mampu menghabiskan 24 jam dengan menundukan kepalanya. Bukan untuk membaca buku, namun untuk main games. Bahkan ditengah malamnya mereka terbangun dari tidur yang nyenyak akibat suara bordering dari BBM, dipagi harinya juga demikian, sebelum sarapan dan mandi, mereka lebih memilih melihat kolom komentar dan like pada postingan mereka. Seperti kata Ecko Show, sejak SD para kids-kids zaman now ini kasmaran, SMP pacaran, SMA saling peluk-pelukan, sudah gitu-gituan, ngemilnya Micin, hirup bensin, minta-minta password Wifi.

Ada nalar kebebasan yang menyengat terhadap proses pembentukan psikologis mereka. Kita dapat melihat banyak hal yang berbeda, antara mereka yang sekarang dengan generasi era terdahulu. kelemahan generasi era ini, pertama, aksi pasif mereka yang turun ke dunia maya sebagai bentuk dari reakreasi politik atau trend atas atas kemalasan kepada realita dan mementingkan syahwat pengakuan. Kedua,  terpisahnya mereka dari potensi kekuatan rakyat yang membutuhkan uluran dari mereka. Dan yang ketiga, kepentingan pribadi telah menutup nurani generasi kekinian terhadap kepentingan publik. 

Apa yang diungkapkan oleh mentri sosial, ibu Khofifah perlu di apresiasi, maksudnya jika generasi dahulu patriotis defensif, maka generasi sekarang harus patriotis progresif, Dari sinilah kita bisa mengatakan bahwa masih banyak sekali peran yang bisa dipenuhi dan diperbaharui daripada hanya sekedar terjebak pada apatisme, pasifisme dan banalitas. Generasi sekarang harus berperan serta dalam pendidikan nyata. Dalam perjuangan nilai yang diembannya, kita tidak bisa hanya terpaku pada satu cara yang nikmat atas syahwat konsumeristik. Keluwesan berupa ktreatifitas, imajinasi serta melihat lebih dalam akan kondisi masyarakat pun diperlukan. Seperti Davyn sudirdjo, seorang anak berusia 16 tahun yang berhasil mencetus satu software kerakyatan (E-Tani), yang digunakan langsung oleh para petani dengan akses langsung ditangan mereka. Inilah salah satu contoh yang dimaksud dengan menjadi pejuang untuk zman now (zaman sekarang).

Tentang Penulis :      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun