Mohon tunggu...
Kayla Ramadhani
Kayla Ramadhani Mohon Tunggu... Universitas Indonesia

Kayla Ramadhani merupakan mahasiswa Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Presiden Pirc Musar dalam UNGA 2025: Slovenia Desak Tanggung Jawab Internasional atas Genosida di Gaza

19 Oktober 2025   16:50 Diperbarui: 19 Oktober 2025   17:50 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam pidatonya di sidang ke-80 UN General Assembly, Presiden Nataša Pirc Musar menyampaikan kecaman tegas terhadap ketidakpedulian global, serta menuduh keterlibatan kekuatan dunia mengenai kekejaman atas kemanusiaan yang terjadi. Sistem internasional akan berada dalam ambang kehancuran apabila kepentingan pribadi tidak disingkirkan sesegera mungkin.

Setelah keruntuhan Perang Dingin pada tahun 1991, terdapat semangat akan lahirnya perdamaian dan kerja sama global yang berkelanjutan. Namun kenyataannya, harapan tersebut tidak terwujud karena berbagai tantangan struktural dan normatif. Dewan Keamanan PBB yang seharusnya berfungsi sebagai pilar keamanan global justru kerap mengutamakan kepentingan politik nasional anggotanya masing-masing. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan hak veto yang tidak berlandaskan pada perdamaian dunia, sehingga melemahkan kredibilitas dan menegaskan ketimpangan kekuasaan dalam struktur PBB.

Selanjutnya, ia juga menyoroti betapa lemahnya otoritas hukum internasional yang semakin tidak berarti. Fenomena tersebut diperburuk oleh ancaman terhadap Genocide Convention dan International Criminal Court (ICC) melalui pemberian sanksi dan intimidasi kepada jaksa dan hukumnya, sehingga berisiko terhambatnya penegakkan keadilan karena memberikan perlindungan pelaku kekejaman.

Berdasarkan fenomena yang sedang terjadi, Pirc Musar menegaskan akan kemunculan krisis multilateralisme dengan pernyataannya: "Each such act chips away at the support for a system designed not for the powerful few, but for the benefit of us all”. Penyalahgunaan kekuasaan dan impunitas atas kejahatan perang, serta perusakan terhadap lingkungan telah menjadi tindakan yang terkesan dinormalisasi. Kondisi ini menandakan adanya kemunduran moral dan solidaritas dunia internasional.

Beliau mengusulkan pembentukan Global Forum for the Future sebagai sebuah gerakan yang berkomitmen pada multilateralisme yang terdiri dari negara-negara yang siap untuk membela nilai-nilai global. Selanjutnya, Pirc Musar juga mengajukan permohonan kepada Mahkamah Internasional untuk melakukan advisory opinion dalam menyelidiki legitimasi hak veto ketika keadaan bahaya, seperti kasus genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Sebagai salah satu dari sedikitnya representasi perempuan, Pirc Musar menekankan ketimpangan gender dalam kepemimpinan global memengaruhi ketidakadilan struktural yang terjadi. Selama delapan dekade, hanya 13% pemimpin lembaga multilateral yang perempuan. Meskipun kehadiran perempuan sebagai presiden UN General Assembly menunjukkan kemajuan simbolik, tetapi perubahan yang lebih substansial juga diperlukan supaya mencapai kesejahteraan gender yang nyata. Salah satunya adalah mempertimbangkan perspektif perempuan dalam proses perumusan kebijakan global.

Presiden Pirc Musar menyatakan bahwa para pemimpin dunia telah mengecewakan warga negara dan generasi mendatang apabila tidak ada langkah nyata terhadap keadaan yang menentang kemanusiaan, seperti teror, konflik, polusi, ketakutan, ketidaksetaraan, dan perang. Beliau menutup pidatonya dengan mengatakan: "We did not stop the Holocaust, we did not stop the genocide in Rwanda, we did not stop the genocide in Srebrenica. We must stop the genocide in Gaza. There are no excuses anymore, none!". Ia mendesak para pemimpin dunia untuk berada dalam sisi sejarah yang benar yang menjunjung keadilan dan kemanusiaan di Gaza.

Pidato Presiden Slovenia, Nataša Pirc Musar, dan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, sama-sama menyoroti penderitaan rakyat Palestina, tetapi keduanya menampilkan pendekatan yang sangat berbeda dalam menyerukan tanggung jawab komunitas internasional terhadap krisis di Gaza. Pirc Musar secara eksplisit menyebut Gaza sebagai bentuk genosida dan sejajar dengan tragedi Holocaust, Rwanda, dan Srebrenica. Dengan mengaitkan Gaza dengan kekejaman masa lalu, Pirc Musar menggunakan pendekatan moral dan historis untuk memperingati negara-negara yang dianggap telah kehilangan rasa kemanusiaan.

Sebaliknya, Presiden Prabowo Subianto memperlihatkan pernyataan yang lebih diplomatik dan pragmatis. Ia menekankan dukungan terhadap solusi two state nation dengan menegaskan pentingnya menjamin keamanan Israel dan kemerdekaan Palestina secara seimbang. Alih-alih menggunakan istilah ‘genosida’, Prabowo memilih pendekatan yang mencerminkan posisi Indonesia sebagai negara yang berusaha menjembatani kepentingan kemanusiaan dengan realitas politik global.

Perbedaan ini menunjukkan dua cara untuk melihat diplomasi kemanusiaan dari sudut pandang gender dan kepemimpinan global. Pirc Musar berbicara tentang posisi moral, yang seringkali lebih dekat dengan penderitaan sipil yang disebabkan oleh perang, terutama perempuan dan anak-anak. Pirc Musar dengan berani menentang kekuatan negara-negara yang menguasai politik internasional dan mendesak penyelesaian akan ketidakadilan kemanusiaan yang terjadi.

Sementara itu, Prabowo bertindak sebagai pemimpin yang cenderung memprioritaskan keamanan dan stabilitas. Tindakan ini mencerminkan perspektif kepemimpinan maskulin yang berfokus pada stabilitas, kontrol, efektivitas kebijakan, serta kehati-hatian dalam mengelola dinamika geopolitik yang kompleks. Meskipun begitu, ketidakadilan yang terjadi di Palestina sudah melanggar asas kemanusiaan, di mana para pemimpin negara seharusnya menyingkirkan kepentingan nasional dan lebih perhatian dengan perdamaian dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun