Mohon tunggu...
Kayla Annazwa Suryadi
Kayla Annazwa Suryadi Mohon Tunggu... mahasiswa

Mahasiswa aktif prodi Bimbingan dan Konseling, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Seni

Tubuh Menjadi Bahasa: Dari Garis Menjadi Gagasan

11 Juni 2025   14:01 Diperbarui: 11 Juni 2025   14:01 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil Karya Seni pada Pameran "Tubuh Arena"

Pada 10 Juni 2025 lalu, saya berkesempatan hadir langsung dalam pameran seni bertajuk "Tubuh Arena" yang digelar di The Hallway Space, Bandung. Pameran ini menampilkan karya-karya drawing dan sketsa hasil studi mahasiswa Pendidikan Seni Rupa UPI angkatan 2023. Lebih dari sekadar tugas akhir, Tubuh Arena jadi ruang tafsir yang menyelami tubuh dalam berbagai dimensi sosial, spiritual, kultural, bahkan digital.

Pameran ini membuktikan bahwa tubuh bukan hanya bentuk visual atau fisik. Tubuh hadir sebagai ruang pengalaman, simbol, kritik, dan narasi. Para mahasiswa menjadikan drawing sebagai cara untuk berbicara tentang diri, zaman, dan sekitar.

Tubuh sebagai Arena Makna

Tubuh dalam pameran ini bukan sesuatu yang tunggal. Ia hadir sebagai arena yang berlapis, menyimpan banyak cerita: tubuh sebagai memori, tubuh yang dikendalikan sistem, tubuh sebagai simbol kekuatan maupun luka. Dalam karya yang ditampilkan, terlihat bahwa tubuh punya kedudukan penting dalam menyampaikan gagasan yang tidak bisa diucapkan dengan kata-kata.

Hal ini sesuai dengan teori Cate Cregan (2006), yang menyebut tubuh sebagai fakta sosial selalu terikat dengan ritual, identitas, kekuasaan, bahkan pasar. Maka, ketika tubuh ditampilkan dalam drawing, kita tidak hanya melihat rupa, tapi juga struktur budaya yang membentuknya.

Garis yang Bergerak Bersama Pikiran

Dari karya seperti "Menjadi Rumah" oleh Fazariyati Al-Zahra, "Pasar Pagi" karya Tri Fadlilah, dan "Guilt Trip" oleh Dikri Alhadi, kita bisa melihat bahwa garis bukan sekadar teknik. Garis menjadi alat untuk menyampaikan pikiran dan perasaan, seperti denyut emosi yang tumpah di atas kertas.

Ipe Ma'roef pernah mengatakan, "Sketsa itu seperti jarum seismograf yang merekam getaran kehidupan." Dalam drawing, garis bisa tegas, ragu, patah, atau spontan. Semuanya berbicara tanpa perlu dijelaskan.

Dalam kajian kognitif, Quillin & Thomas (2015) menyebut bahwa menggambar adalah cara "menampakkan isi pikiran yang tidak terlihat." Dengan kata lain, garis bukan cuma bentuk, tapi cara kita berpikir dan merasa.

Visual Jurnal sebagai Riset Personal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun