Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Misteri "Lubang Sumur" dan "Punggung Kabel"

14 Januari 2023   15:35 Diperbarui: 14 Januari 2023   15:57 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Contoh lubang sumur/pixabay.com-MabelAmber

Ayah Tuah turun dari kursi goyangnya untuk memberikan keterangan agar khalayak paham. 

Berkali-kali menegaskan bahwa ini puisi. Ini puisi. Penggunaan frasa "lubang sumur" dan "punggung kabel" tak salah. Boleh-boleh saja. Tidak ada pasal yang dilanggar. Sah-sah saja. Karena penulis puisi memiliki hak istimewa, licentia poetica.

Bahwa penggunaan "lubang sumur" itu adalah metafora atau majas pleonasme. Dengan memberikan contoh penggunaannya: maju ke muka; mundur ke belakang; masuk ke dalam. 

Ada lagi naik ke atas; lurus ke depan; berdiri dengan kaki; memegang dengan tangan. Tolong tambahkan yang lain lagi.

Soal frasa "punggung kabel" ini adalah penggunaan majas personifikasi menurut Ayah Tuah. Menghidupkan benda mati istilahnya. Apa yang mati dianggap seolah-olah hidup.

Misalnya: angin berbisik; nyiur melambai; tiang listrik berbaris. Angin seakan punya mulut; nyiur seakan punya tangan; tiang listrik seakan satpam.

Ada lagi burung bernyanyi; bulan tersenyum; dahan-dahan menari. 

Terlepas siapa yang paling benar dalam menyikapi urusan lubang sumur dan punggung listrik ini tentu sebagai penonton tetap mesti menggunakan akal sehat menyikapi. 

Apa yang disampaikan oleh kedua pendekar ini seperti sedang bercanda, tetapi ada hal serius  yang dapat kita jadikan pembelajaran.

Bahwa menulis--khususnya puisi--itu memang bebas berkreasi menggunakan kata apa saja.  Namun, jangan pula menabrak logika dengan penggunaan kata dengan berlindung memiliki hak istimewa.

Sebaliknya juga agar sebuah puisi menjadi indah terbaca dengan diksi yang memesona--tidak kering dan garing--jangan segan menggunakan hak istimewa, licentia poetica. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun