Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Omong Kosong Bersujud Pada Tuhan, Bila Orangtua di Depan Mata Diabaikan

14 Juni 2021   22:07 Diperbarui: 14 Juni 2021   22:11 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: diolah dari postwrap dan cartoonpictures

Katedrarajawen  _

Apakah seorang anak punya alasan yang cukup untuk tidak merawat orangtuanya ketika sakit? 

Suatu waktu  menemani papa yang sedang dirawat inap, ada seorang bapak yang satu kamar. Siang ia ditemani istri. Malam hanya sendiri. Ya, hanya sendiri. 

Saat ia meminta saya mengambilkan air,  saya berkesempatan menanyakan  ke mana anak-anak. Takada satu pun yang menemani. Mereka kerja. Itu jawabannya.

Pernah juga di lain waktu menemani istri  yang dirawat inap. Kali ini, bila malam hari hanya seorang bocah yang menemani neneknya. Sama alasannya, waktu siang anak-anak harus kerja.

Kerja? 

Mendapat jawaban seperti itu, ingin rasanya saya marah dan berteriak. Mereka itu anak macam apa? 

Tega nian membiarkan orangtua yang sedang sakit sendirian di rumah sakit--walaupun memang ada suster yang selalu siap melayani. Saya siang  juga kerja dan capai. Tetap bisa jaga orangtua di rumah sakit. Sombong. Terlalu. 

Apa urusannya? Saya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Biarlah itu menjadi urusan mereka. Apa yang dilihat mata belum tentu kebenaran sesungguhnya. Ingat. Fokus pada diri sendiri. 

Mungkin urusan kerja lebih penting daripada merawat orangtua. Apabila tidak bekerja, akibatnya tidak bisa makan. Repot. Tidak bisa menghidupi keluarga atau mungkin juga tidak bisa membayar biaya berobat orangtuanya. 

Bisa jadi juga pekerjaannya  di jalan mulia sehingga tidak bisa ditinggal. Jangan-jangan kerjanya juga merawat orang sakit di tempat lain. Bukankah ini juga penting?

Bisa juga orangtuanya sendiri yang melarang untuk dijaga karena tahu mereka harus kerja. Kasihan.  Siapa tahu? 

Saya memang terlalu cepat naik darah saja kalau menemukan ada anak yang saling melempar tanggung jawab untuk merawat orangtua yang sedang sakit. 

Sering demi kenyamanan sendiri dan tidak mau repot lebih memilih cukup mengeluarkan biaya daripada memberikan perhatian secara langsung. Berpikir mentang-mentang sudah keluar biaya dan itu lebih dari cukup. Lupa orangtua juga butuh perhatian. 

Saya semakin terbawa perasaan tambah naik darah, apalagi alasannya dicari-cari demi pembenaran diri seakan hal itu lebih penting daripada merawat orang yang telah merawat dirinya sepanjang hidup. 

Mungkin ini berlebihan, tetapi itulah saya. Padahal diri sendiri juga belum bisa merawat orangtua dengan cara yang terbaik. Kadang hanya bisa berdoa, kalau boleh dan bisa biarlah penyakit itu pindah ke saya. Mau gampang saja, kan? 

Sebagai anak saya hanya berusaha tahu diri dan meneliti kisah yang telah dilalui. Di mana orangtua telah merawat dengan susah payah dan memberikan perhatian sepenuh hati. Bahkan sejak dalam kandungan tanpa peduli pada dirinya sendiri. 

Sementara itu semua agama--jadi apapun agama kita--mengajarkan adalah kewajiban seorang anak merawat orangtua. Bakti pada orangtua adalah kemuliaan seorang anak. Kewajiban. Entahlah kalau ada yang berpikir bekerja demi menghidupi keluarga lebih mulia. Karena termasuk ibadah. 

Bagaimana bisa bila setiap hari mampu bersujud pada Tuhan, tetapi tidak mau merawat orangtua? Bukankah ini omong kosong saja?

Tuhan yang tak terlihat dipuja, mengabaikan orangtua yang ada di depan mata. 

@cerminperistiwa 08 Juni 2021 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun