Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Diancam Golok, Omong Kosong Tidak Takut

24 Mei 2021   22:17 Diperbarui: 24 Mei 2021   22:39 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: diolah dari postwrap dan cartoonpictures

Yang satu lagi setelah kegiatan rutin selesai kerjanya keliling sambil bawa golok mencari buah pepaya yang banyak ditanam di lingkungan ternak. Setelah itu akan mengajak anak yang lain kumpul mengobrol. 

Pernah saya tegur pelan-pelan, malah saya balik diceramahi. Sepertinya mmenag pintar bicara. Sementara saya masih imut-imut. 

Bagaimana ini? Kalau ada manajer  atau supervisor dia dan teman-temannya  baru pura-pura sibuk. Dasar. Memang saya dianggap tiada? 

Saya berusaha tidak banyak bicara, yang penting juga pekerjaan utama tidak terbengkalai. Namun saya berpikir  juga tidak boleh begini terus. Mereka keenakan saya yang gondok dan tertekan. 

Hadapi Secara Empat Mata, Bicara Secara Lembut

Biarpun dalam dunia kerja saya masih hijau, saya tak memilih menegur langsung karyawan yang dianggap kepala geng ini. Karena saya lihat mereka rata-rata malah menurut ke dia. Kalau saya hadapi secara frontal mengikuti perasaan pasti saya yang dapat masalah bukan menyelesaikan masalah. 

Suatu hari saya suruh seorang karyawan memanggil dia ke kantor. Saat menghadap raut wajahnya sudah menandakan ketaksenangan sambil tangannya membacok-bacokkan golok ke tangan satunya. Mungkin mau memberikan kode "lu jangan macam-macam atau golok ini yang bicara". 


Jelas saya takut. Bagaimana kalau dibacok? Entah mendapat kekuatan dari mana saya tetap berusaha tenang. Memintanya duduk sambil bercanda. 

Saya juga berpikir, bila dia benar pemberani tidak mungkin akan membawa golok menghadap saya yang badannya jauh lebih kecil. 

Saya berusaha bersikap setenang mungkin sambil berdoa dalam hati. 

"Saya panggil kamu ke sini bukan buat berantem. Kalau berantem pasti saya kalah. Maksud saya cuma mau ngobrol. Jadi, tenang aja."

Kurang lebih seperti itu yang saya katakan padanya. Setelah tenang, saya bicara baik-baik mengambil hatinya. Baru kemudian saya berusaha menasihatinya. Biasanya dia yang pintar bicara, malah banyak diam. Ada perasaan malu. Saya tatap matanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun