Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Orang Buta Membawa Lentera

20 Desember 2018   08:36 Diperbarui: 20 Desember 2018   08:42 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang buta membawa lentera. Kidah yang menginspirasi. Ada beragam versi dan interpretasi. Ada makna dan pemahaman tersendiri.

Orang buta membawa lentera di kegelapan malam. Tentu bukan untuk menerangi jalannya agar tidak tersesat. Sebab baginya ada atau tidak ada lentera sama saja.

Orang buta membawa lentera di gelapnya malam, agar orang dapat melihat dia dan tidak menabraknya.

Suatu ketika, dalam perjalanan pulang, orang buta yang sudah membawa lentera tertabrak seseorang sedang lari terburu-buru. Yang menyebabkannya ia terjatuh dan marah.

"Hei, kamu buta ya? Apa tidak melihat lentera yang saya bawa? Dasar buta!"

Yang menabrak tak mau  kalah,"Anda yang buta, lentera Anda sudah padam!"

Kalau kisah ini diangkat di panggung "Opera Van Java" pastilah lucu dan bikin tawa meledak.

Bila terjadi dalam panggung kehidupan bukan lucu lagi yang ada. Namun rasanya ingin mengurut dada.

Panggung pertunjukan begitu luas pada masa kini. Seperti halnya orang buta yang lupa dirinya buta, sehingga tidak sadar memarahi orang lain buta.

Kita begitu mudah mengatakan atau tepatnya menuduh orang lain bodoh dan tidak sadar. Bahkan pada presiden yang dipilih lebih separuh rakyat negeri ini.  

Tentu saja atas kehendak Yang Mahakuasa, sehingga dilantik jadi presiden masih ada merasa dirinya lebih pintar dan dengan mengatai presidennya bodoh. Padahal dirinya alih-alih jadi presiden, jadi RT saja belum tentu ada yang mau pilih.

Sama juga contoh hal yang sederhana kita yang belum tentu bisa menendang bola dengan benar, namun malah berani menggoblok-goblokan pemain kelas dunia yang nilai transfernya yang belum tentu bisa kita dapat dengan bekerja seumur hidup siang-malam.

Kita tidak sadar bahwa yang bodoh adalah diri kita sendiri. Kita tidak sadar bahwa yang tidak sadar adalah diri kita sendiri. 

Kita tidak cerdas dan tidak sadar dengan sikap kita justru telah memertontonkan kebodohan dan ketidaksadaran itu kepada dunia. Tidak sadar bahwa dunia sedang menertawakan kita.

Sebab orang yang sejatinya pintar tidak akan pernah menganggap orang lain bodoh. Orang yang sejatinya sadar tidak akan berpikiran bahwa orang lain tidak sadar.

Yang ada selalu menganggap dirinya yang bodoh dan tidak sadar. Apakah karena ia benar-benar bodoh dan tidak sadar? 

Hal ini justru menunjukkan ketinggian ilmunya, sehingga mampu bersikap merendahkan dirinya. Bukan dengan cara merendahkan orang lain demi untuk meninggi dirinya.  Tidak takut ditertawakan. Tetapi tidak pongah menertawakan orang lain.

||Refleksihatiuntukmenerangidiri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun