Mohon tunggu...
Katedrarajawen
Katedrarajawen Mohon Tunggu... Penulis - Anak Kehidupan

Merindukan Pencerahan Hidup Melalui Dalam Keheningan Menulis. ________________________ Saat berkarya, kau adalah seruling yang melalui hatinya bisikan waktu terjelma menjadi musik ... dan berkarya dengan cinta kasih: apakah itu? Itu adalah menenun kain dengan benang yang berasal dari hatimu, bahkan seperti buah hatimu yang akan memakai kain itu [Kahlil Gibran, Sang Nabi]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Doa untuk Ratna

5 Oktober 2018   06:48 Diperbarui: 5 Oktober 2018   07:40 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya tidak menutupi bahwa saya termasuk salah satu dari sekian banyak orang yang tidak menyukai tindak-tanduk Ratna Sarumpaet. Apalagi setelah melakukan yang diakuinya sebagai kebodohan karena entah setan mana yang telah merasuki dirinya. Yakni kebohongan atas penganiayaan yang dialaminya.

Atas Kebohongan ini, tentu yang sebelumnya tidak menyukai akan semakin mendalam rasa ketidaksukaan itu dengan diiringi tawa dan cemoohan. Begitulah yang terjadi. Mungkin juga akan ada yang berkata, "Rasain" dan "Syukurin".

Namun malam itu, entah malaikat mana yang menyusup ke dalam hati ini, ketika berdoa, agar menyisipkan doa untuk Ratna Sarumpaet dan mereka yang ikut menyebarkan kebohongan itu. Tentu doa demi mengasihi,  kebaikan dan kesadaran. Bukan doa yang melaknat atau mengutuk.

Mendoakan orang yang tidak kita sukai? Apa pula ini? Lagipula saya bukanlah orang yang penuh dengan kebajikan. Apa untungnya?

Namun ketika bahasa kasih yang berbicara, maka tiada diskriminasi lagi. Adil, bahwa doa dan kebaikan itu tiada batasnya. Bisa dilakukan kepada siapa dan di mana saja dengan tanpa syarat.

Masalahnya adalah seberapa kita respek dengan bahasa kasih atau suara nurani yang setiap waktu yang hadir silih-berganti menjadi sebuah tindakan.

Apakah selama ini kita selalu respek? Bukankah kita lebih memilih mengabaikan dan menganggap sebagai yang tak bernilai, sehingga berlalu menjadi kesia-siaan? Menyedihkan nian.

#Refleksiuntukmenerangidiri

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun