Hari ini janji kecil saya pada para KPM akhirnya saya tepati. Empat buah tas bundar dengan motif pintu Aceh yang saya pesan lewat TikTok akhirnya sampai. Bukan hadiah mewah, tapi simbol rasa terima kasih saya untuk orang-orang yang rela saya ganggu siang malam hanya demi satu hal: data.
Saya ajak mereka berkumpul di Babena. Begitu kotak saya buka, saya bilang, "Senang tidak senang, kalian harus pasang ekspresi bahagia, ya!" Seketika tawa pecah. Dari balik kotak muncullah tas bundar itu. Entah benar-benar senang atau pura-pura senang, yang jelas tawa mereka jadi hadiah balik untuk saya.
Kenapa saya sampai repot menghadiahi KPM? Karena di tengah banyak pihak yang menganggap eHDW hanya aplikasi tambahan, kami di desa justru meyakini: inilah jantung pembangunan manusia. Kalau ada yang menganggap eHDW biasa-biasa saja, bagi kami para pendamping desa, data ini justru luar biasa nilainya.
Data adalah Nafas Pembangunan
Surat resmi dari Direktorat Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan tanggal 9 September 2025 menegaskan bahwa desa bersama KPM dan PLD wajib melakukan pendataan baru, update keluarga berisiko stunting, pemantauan lapangan, serta meningkatkan disiplin pendataan melalui aplikasi eHDW.
Artinya jelas, ini bukan sekadar kesibukan tambahan, tapi amanat negara dalam rangka Percepatan Penurunan Stunting.
Tanpa data, pembangunan gampang salah arah:
Anak sehat dapat bantuan, anak stunting malah terlewat.
Anggaran jalan, tapi masalah gizi tetap membengkak.
Desa bekerja, tapi bukti nyaris tidak ada.