Mohon tunggu...
Kartika Wulansari
Kartika Wulansari Mohon Tunggu... Desainer - Disainer

Suka pada cita rasa berkelas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ibu Harus Menjadi Agen Perdamaian bagi Keluarga

23 Maret 2019   12:03 Diperbarui: 23 Maret 2019   12:19 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga Sakinah - islami.co

Cikal bakal kita mengenal kehidupan ini berawal dari keluarga. Bagaimana kita belajar berbicara, belajar saling menghargai, belajar tolong menology juga berasal dari keluarga. Wajar jika keluarga menjadi kunci tumbuh kembangnya generasi penerus negeri ini.

Jika dari keluarga sudah mendapatkan pendidikan yang salah, maka seterusnya akan berpotensi menjadi salah. Karena itulah, mari kita jadikan keluarga sebagai sekolah dasar pendidikan karakter. Baik itu bagi anak-anak hingga anggota keluarga yang telah dewasa. Karena manusia dewasa pun juga berpotensi melakukan perilaku intoleran dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk bisa menjadikan keluarga sebagai tempat pendidikan karakter yang baik, tentu perlu kerjasama semua anggota keluarga. Tidak bisa diserahkan sendiri pada bapak, ibu ataupun anak. Semuanya harus sinergis satu dengan yang lainnya. Namun, posisi orang tua khususnya ibu, tentu mempunyai peranan yang sangat penting.

Melalui tangan lembut sang ibu, seorang anak bisa menjadi anak yang penurut. Sebaliknya, jika tangan sang ibu sering melakukan perilaku tidak menyenangkan, maka sang anak pun bisa berubah menjadi anak yang pemarah. Seorang ibu yang mudah marah, akan menjadikan psikologis anak jadi terganggu.

Pendidikan karakter tidak harus dengan cara duduk, berbicara dan membahas tentang suatu persoalan. Tapi juga bisa dengan cara memberikan contoh melalui ucapan dan perilaku. Sayangnya, tidak semua ibu memberikan contoh yang baik.

Beberapa pekan kemarin, sempat viral 2 orang ibu menyebarkan hoax dan hate speech ke rumah warga, agar tak memilih pasangan calon tertentu. Terlepas setiap paslon yang bertarung dalam pilpres mendatang mempunyai kelemahan dan kelebihan, memprovokasi warga dengan informasi bohong tentu sangat memprihatinkan. Terlebih hal ini dilakukan oleh seorang ibu, yang seharusnya bisa memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya.

Bayangkan bagaimana perasaan sang anak, ketika tahu ibunya menebar kebencian dan kebohongan di lingkungan masyarakat. Tentu sang akan malu, atau mungkin bisa berpotensi mengikuti jejak ibunya menebar kebencian dan kebohongan. Biar bagaimanapun juga, seorang anak dan ibu mempunyai hubungan emosial yang dekat.

Jika ibunya memberikan contoh yang baik, anak akan mengikutinya. Jika ibu jadi bahan obrolan karena perilakunya yang buruk, seorang anak bisa juga akan membela sang ibu. Poin saya adalah, sang ibu mempunyai pengaruh yang kuat ke anak-anaknya. Karena dia yang melahirkan dan membesarkannya.

Seorang ibu harus menjadi agen perdamaian bagi anak-anak dan keluarganya. Jangan sampai ibu justru memberikan pengaruh yang buruk. Seperti seorang ibu yang menjadi bagian dari jaringan teroris Sibolga contohnya. Menurut pengakuan sang suami, istrinya jauh lebih radikal dibanding dirinya. Bisa jadi karena kuatnya pengaruh ideologi tersebut, yang membuat dia memilih meledakkan diri ketika akan ditangkap oleh Densus 88.

Penyebaran bibit kebencian dan kebohongan di media sosial, berpotensi bisa mengarahkan generasi muda menjadi radikal. Seluruh ibu-ibu di Indonesia harus mengantisipasi hal ini. Jangan biarkan buah hati kita, menjadi bagian dari agen penyebar kebencian. Mari kita arahkan buah hati kita menjadi agen penyebar kedamaian, bagi keluarga dan lingkungannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun