Rumah Tua
Tanganku terasa berat untuk geser pintu kayu tua lapis kedua. Hati bergejolak tak karuan dan otak berputar keras cari alasan untuk tidak hadir.
Dari balik pintu kayu terdengar suara tawa dan obrolan.
Kakiku mengeras di depan pintu. Hawa dingin Kyoto yang menusuk tulang menambah sakit kepala yang sibuk berputar cari alasan pulang.
Seminggu lalu.
Aku putuskan sepulang gereja untuk hadiri perayaan tahun baru bagi umat gereja yang diadakan di rumah belakang gereja. Hari itu tepat seminggu aku tinggal di Kyoto dan sebagai sesama umat katolik walau beda warga negara aku putuskan untuk hadir perkenalkan diri dan ingin mengenal sesama umat gereja yang akan kudatangi untuk 6 bulan ke depan.
Lagipula aku tidak ada kendala bahasa dengan orang Jepang.
Setelah perayaan usai saat pakai sepatu di teras tak sengaja mataku melihat selembaran seminar untuk Orang Muda Katolik (OMK).
Judul seminar itu sangat menarik karena tentang kehidupan wartawan perang. Dulu aku pernah jadi reporter sehingga tahu betul asam garam lapangan bagi para kuli tinta dan tv.Â
Aku sadar usiaku sudah lewati batas OMK maka tidak ada ketetarikan untuk gabung OMK Jepang.
Ketika asyik membaca isi selembaran dari belakang terdengar suara lembut wanita mengajak untuk datang. Saat menoleh ternyata ada suster muda yang dari tadi berdiri di belakang dan memperhatikan aku.Â