Mohon tunggu...
Kartika Tjandradipura
Kartika Tjandradipura Mohon Tunggu... Co-Founder Writing for Healing Community

Penulis dengan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan mental health awareness dan self compassion. Untuk mengenal tulisannya lebih jauh, bisa dilihat di akun Instagram : @kartika_olive

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Disiplin atau Tumbal Tidur?

7 Juni 2025   07:32 Diperbarui: 7 Juni 2025   07:32 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: pexels/kaboompics.com)

Pukul 06.30 pagi. Bagi sebagian orang, ini adalah waktu terbaik untuk memulai hari. Tapi kalau itu adalah waktu jam masuk sekolah? Bukan sekadar cuci muka dan langsung duduk manis di kelas. 

Bayangkan saja proses di balik layar, anak-anak yang belum sepenuhnya sadar dari alam mimpi, orang tua yang harus jadi sprinter sejak subuh, dan guru-guru yang diam-diam berharap punya mesin kloning agar bisa mempersiapkan materi sambil bikin bekal anak-anak mereka sendiri. 

Selamat datang di Jawa Barat tahun ajaran 2025/2026, di mana kebijakan baru menyatakan sekolah akan dimulai pukul 06.30. PR? Dihapus. Tapi kita mulai dari yang pertama dulu.

Kebijakan ini katanya demi Panca Waluya: cageur, bageur, bener, pinter, dan singer. Semua niat baik, tidak diragukan. Tapi seperti semua niat baik yang nggak dibarengi logika, jadinya absurd. 

Apa kita lupa bahwa remaja (apalagi anak-anak) secara biologis memang punya ritme sirkadian yang lebih lambat? Mereka memang dirancang untuk begadang dan bangun agak siang. Ini bukan manja, ini neuroscience. American Academy of Sleep Medicine bahkan menyarankan remaja tidur 8--10 jam per malam. Tapi kalau jam 6.30 udah duduk di kelas, artinya jam berapa mereka harus bangun? 4.30? 5? Itu pun kalau rumahnya dekat.

Dan kalau kamu termasuk orang yang bilang, "Ah, dari dulu tidur nggak lebih dari 6 jam dan hidup saya baik-baik saja.", coba tanya diri sendiri lagi: Apakah benar hidupmu sebaik itu? Apakah benar kamu berkembang optimal? Atau kamu cuma terbiasa bertahan hidup dalam sistem yang nggak berpihak pada tubuhmu?

Bicara soal berpihak, mari tengok juga orang tua. Terutama ibu-ibu bekerja. Mereka sekarang harus bersiap lebih pagi, mengantar anak sebelum matahari terbit, dan tetap masuk kerja tepat waktu. Siapa yang memikirkan ini?

Belum lagi guru-guru. Mereka bukan cuma datang lebih pagi, tapi juga harus tetap perform seharian penuh. Mengajar itu bukan kerja robotik. Butuh fokus, energi, dan ya, istirahat cukup. Kalau guru burnout, muridnya juga nggak akan belajar maksimal.

Yang menarik, PR juga dihapus. Alasannya, agar anak bisa lebih banyak berinteraksi dengan keluarga di rumah. Konsepnya bagus, tapi praktiknya? 

Tanpa pengawasan dan sistem yang mendukung, anak-anak justru bisa kehilangan kebiasaan belajar mandiri. PR yang berlebihan memang menyebalkan. Tapi PR yang dirancang dengan bijak bisa menjadi alat refleksi dan penguatan belajar. Jangan dibuang semua, hanya karena beberapa guru belum update cara ngasih tugas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun