Sayangnya, banyak orang, termasuk mungkin Anda dan saya, terlalu sibuk mengejar "lebih" tanpa menyadari bahwa kita sudah membawa terlalu banyak beban.
Keseimbangan hidup di tengah ketidakpastian ekonomi bukan berarti berhenti bermimpi atau menurunkan ambisi, tetapi lebih kepada menemukan titik tengah antara usaha dan penerimaan.Â
Jika dompet kering membuat Anda stres, bukan berarti menonton film di rumah sambil makan mie instan adalah kegagalan. Justru, itulah bentuk kecil dari merawat diri, self-compassion dalam wujud praktis.
Menghargai Usaha Kecil
Saat ini, dunia bergerak begitu cepat. Kesuksesan sering kali diukur dengan angka: saldo rekening, pengikut media sosial, atau jumlah properti yang dimiliki.Â
Padahal, usaha kecil seperti bangun pagi untuk olahraga, mendengarkan musik favorit, atau sekadar menghirup udara segar juga layak dirayakan.
 Kita hidup di zaman di mana "mencintai diri sendiri" sering kali diglorifikasi, tetapi jarang dipraktikkan secara benar.
Ketika ekonomi global bergejolak, ingatlah bahwa Anda tidak sendirian. Berjuang untuk tetap waras di tengah badai adalah sebuah pencapaian tersendiri.Â
Anda boleh gagal meraih target finansial, tetapi jangan pernah gagal untuk menghargai diri sendiri. Seperti kata pepatah lama yang sudah dimodifikasi: "Lebih baik hidup sederhana tapi bahagia, daripada sibuk mengejar uang sampai lupa menikmati hidup."
Anda tahu situasi ini pelik ketika harga cabai dan bawang merah bisa memengaruhi mood harian Anda. Namun, ingatlah bahwa Indonesia telah melewati krisis yang jauh lebih buruk, dari krisis moneter 1998 hingga pandemi COVID-19. Jika kita bisa bertahan saat itu, kenapa tidak sekarang?
Mungkin yang kita butuhkan adalah perspektif baru. Jika Anda merasa pekerjaan Anda membosankan, ingatlah bahwa beberapa orang rela bekerja tanpa jaminan hari esok.Â