Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Benarkah Gaji ART Paling Tinggi Cuma 277 Ribu per Bulan?

31 Mei 2020   12:40 Diperbarui: 1 Juni 2020   09:59 5906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rerata Gaji ART (Tangkapan Layar Lokadata)

Salah satu keluhan ibu rumah tangga, terutama yang aktif bekerja di luar rumah adalah masalah mengurus rumah tangga. 

Salah satu solusi yang dipilih adalah hiring Asisten Rumah Tangga (ART), kata babu atau pembentu sudah berkonotasi begitu buruk untuk pekerjaan ini. 

Bahkan beberapa lembaga mendorong perubahan istilah menjadi pekerja rumah tangga, untuk memastikan hak-hak normatifnya sebagai buruh terpenuhi.

Saya pribadi tidak memiliki pengalaman memiliki ART atau apapun sebutannya, ya tidak perlu berulang toh menjabarkan alasan kondisi ekonomi kami. 

Banyak alasan lain hiring ART di rumah tangga kami. Baik demi alasan kemandirian penghuni rumah, menjaga privasi rumah tangga. Bahkan alasan yang tedenger klise cenderung konyol adalah menjaga jiwa agar tidak sombong. 

Ini beneran, ada teman mengeluhkan entah mengapa ia merasa semakin pelit dan semakin mudah melakukan aniaya ART-nya setelah ART full time di rumah. Padahal awalnya pembantu yang sampai tinggal di rumah fulltime itu hanya untuk mengurus Papanya yang kondisinya perlu perhatian ekstra. 

Tetapi kondisi tertentu sampai membuka pintu pagar saja harus dilakukan pembantunya, menunggu 2 menit saja tidak sanggup dan sering melampiaskan emosi, efek tak mampu majareila stress di lingkungan kerja, lingkungan pertemanan, lingkungan rumah, hingga lingkungan keluarga kepada ART-nya.  

Padahal selama ini, ia seorang  yang sangat welas asih. Relasi kuasa karena uang yang miliki sesaat itu telah mengubah pribadinya, hingga ia perlu merasa ke psikilog. 

Problem hubungan kerja antara buruh majikan di sektor domestik ini jelas lebih ribet, terlebih tidak sedikit kasus kekerasan rumah tangga (KDRT) juga terjadi pada ART.  UU KDRT (UU No.23/2004) memasukkan ART dalam bagian rumah tangga. Ancaman sanksi pidana terhadap  pelaku kekerasan  di rumah tangga (termasuk ART) itu lebih tinggi.

ART juga ada yang di-hiring hanya untuk bekerja paruh waktu, untuk pekerjaan tertentu. Di kampung saya tinggal, banyak pembantu rumah tangga yang pekerjaannya hanya mencuci pakaian. Tidak heran ia punya 5 majikan. Setiap hari ia mencuci pakaian di 5 rumah sekaligus , secara bergantian.

Ada juga yang menambahkan pekerjaan membersihkan rumah ataupun memasak. Ada juga ART yang dihiring untuk menjadi perawat anak maupun lansia. 

Tidak sedikit ART yang dibayar harian per pekerjaan. Mereka dihiring hanya saat dibutuhkan.  Misalnya ketika nyonya rumah merasa sangat kerepotan, sakit atau tumpukan pekerjaan yang terlalu banyak.

Kegalauan Besaran Upah ART

Salah satu yang menjadi kegalauan para Ibu adalah besaran upah ART. Karena rasanya terlalu tinggi jika mengupah sesuai UMP ataupun UMK untuk sektor informal ini.  Mengupah terlalu rendah juga terasa tidak manusiawi.

Lah yang kerja sampe lembur dengan sistem shift saja ada kok yang masih menerima upah dibawah upah minimum. Udah, jangan rempong kenapa gak dilaporin ke disnaker setempat. 

Persoalan perut tak semudah tuntutan  demonstrasi buruh, apalagi jika terkait dengan hak-hak normatif buruh perempuan. Buruh perempuan sebenarnya membuka lapangan pekerjaan baru bagi perempuan lain, dengan hiring ART.

Bayangkan jika mereka yang bekerja di luar harus memberi upah yang sama dengan ART. Sebuah kegilaan jenis baru dong. Tetapi mengupah terlalu kecil juga artinya penganiayaan. 

Soal upah ART akhirnya kembali ke kesepakatan masing-masing pihak. Umumnya tidak semua orang tahu pacta sunt servanda antara nyonya dan ART. Jikapun tahu hanya akan bisik-bisik saja. 

ART di Rumah Tangga Kaum Millenial

Posisi tawar ART juga sekarang makin kecil. Karena rumah tangga millenial sudah semakin sedikit menggunakan jasa ART. Rumah kaum millenieal umumnya minimalis sekaligus mini. Tidak memerlukan perawatan ekstra setiap hari. 

Demikian pula perawatan pakaian. Harga fashion yang cenderung lebih murah dibanding dulu, dengan bahan dan model yang juga simple tidak membutuhkan perawatan ekstra. 

Mesin cuci, bahkan ada yang portable juga memudahkan untuk perawatan cucian di rumah. Mencuci seminggu sekalipun tidak menjadi masalah, mencuci pakaian sehari-haripun dapat dilakukan sendiri.

Belum lagi layanan "ecceran" dari penyedia jasa online. Pembersihan rumah secara menyeluruh, bahkan alat bawa sendiri pun sudah lebih mudah terjangkau, termasuk jangkauan harga yang lebih efisisen dibandingkan mengupah ART per bulan untuk membersihkan rumah. 

Demikian juga jasa laundry kiloan, yang sangat efektif mengatasi permasalahan cucian rumah tangga. Jika dihitung juga jauh lebih murah dibandingkan mengupah ART untuk mencuci di rumah. 

Belum lagi terlepas dari segala keluh kesah sang ART, yang seringkali melepas energi negatifnya kepada juraganya hanya untuk mendapat pinjaman, kasbon, atau meminta uang lebih. 

Namanya majikan kan selalu dianggap punya duit lebih. Soal cicilan rumah, kendaraan bahkan makannya juraga saja dari kredit ya gak kelihatan toh. Beda dengan para ART yang dikejar-kejar debt collectornya rentenir , mata elangnya leasing, koperasi keliling  atau bank berjalan.

Rerata Gaji ART cuma 100- 200 ribuan?

Minggu ini lokadata merilis data olah data tentang rerata gaji ART tertinggi di Indonesia dengan judul Orang Kota Butuh Tangan Ekstra. Dalam rilis yang juga di twitt kemarin dengan infografis pada gambar tulisan ini. 

Siapapun akan mengernyitkan dahi dengan angka yang ditampilkan. Bagaimana mungkin jumlahnya tidak mencapai 10% dari upah yang biasanya diberikan kepada ART di daerah itu. 

"Setiap orang akan berani punya pembantu lebih dari 4 orang per rumah tangga jika gajinya segitu". Upah tertinggi saja di Jakarta selatan 277 ribu rupiah itu hanya berani untuk mengupah ART harian 3-6 hari loh, dengan pekerjaan spesifik pula. 

Gak bisa semua pekerjaan. tentu ada yang aneh dari olah data ini tanpa perlu kita membuka kembali kita "How to Lie with Statistics" nya Darell Huft yang terbit  tahun 1954 itu kan?

Secara sederhana, metodelogi sebuah penelitian dipilih untuk mengolah data untuk memecahkan masalah bukan merumitkan masalah. Ya beberapa pelacur intelektual memang pura-pura tidak tahu memainkan statistik untuk meyesuaikan hipotesis, apalagi jika kajian terkait dengan "studi kelayakan". Mau data darimana yang penting kalinat "LAYAK" muncul deh, dengan tambahan S&K tentunya.

Saat mengklik data jelas memang disklaimer oleh data ini: "Lokadata.id mengolah data pengeluaran untuk ART" dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2019. 

Sesuai metode hitung Badan Pusat Statistik, total pengeluaran rumah tangga untuk ART dibagi dengan populasi rumah tangga, baik yang mempekerjakan ART maupun tidak."

Sebagai ibu dari seorang anak kelas 4 SD yang mapel IPA-nya soal pendataan dan pecahan kok rasanya mau ngomong apa. Itu penyebut kok gak imbang banget dengan pembilang. 

Sudah jelas toh hasil data pembilang itu saja survey, dengan sample bukan keseluruhan. Hadeehh. Kenapa gak sebutin saja presentase rumah tangga yang punya ART. Lebih clear kan? 

Which is Anak Jaksel so sad ya, sok-sok an drink coffee aja di cafe tapi bayar pembantu cuma 277 K ya?

Ketika pemerhati pendidikan sedih dengan angka PISA pelajar Indonesia yang di bawah rata-rata. Lah ini lembaga survey membuat rilis klik bait, yang sama buruknya dengan media mainstream yang ada sekarang. 

Jika membaca 'tentang kami' loka data "Lokadata.id adalah perusahaan media dengan fokus utama pada jurnalisme data dan riset. Kami percaya pada masa depan, peran data  kian penting dalam memberikan perspektif baru terhadap sebuah peristiwa atau tren. Sekaligus, memberi warna baru terhadap jurnalisme pada era yang kian menantang", Mamak-mamak bersarungan pinjungan semacam kami mencoba mengertilah. 

Gak perlu kirim hasil data, gak bakal kubaca juga. Kasian sama bagian grafis kalian yang dibayar mahal buat infografis yang buat mamak-mamak ini cari parasetamol di kotak obat. 

Terima kasih sudah merendahkan upah ART yang di kondisi ini makin berat dengan operasi hitung kalian yang tujuannya ke mana kami tidak paham. Jika untuk mendorong semakin banyaknya masyarakat kota menggunakan jasa ART, apakah harus dengan angka serendah itu, semakin membenamkan posisi tawar para ART.  

Pesan kalian tentang makin terpuruknya nasib ART di masa covid 19 ini gak nyampe. Bukan simpati yang diterima. Mereka gak butuh simpati, mereka butuh kerja dengan upah yang layak.

Selamat menikmati makan siang di hari minggu, selamat lebaran kupatan bagi yang merayakan.

Salam kompal selalu, tetap bahagia.     

Kompal Lawan Corona | dok. Kompal
Kompal Lawan Corona | dok. Kompal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun