Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Tabula Rasa (2014), Cita Rasa Karena Cinta

9 Mei 2020   03:13 Diperbarui: 9 Mei 2020   03:12 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabula Rasa (Sumber:haigrid.id)

Tiba-tiba saja  Kak Davie, putraku  pengen nonton film tentang kuliner Indonesia. Saya langsung teringat pada salah satu film terbaik Indonesia menurut saya. Saya sempat penasaran dengan film ini. Kok berat amat ya judulnya, Tabula Rasa. 

Tabula Rasa secara harfiah berarti kertas kosong. Dalam sebuah teofi filsafat empirisme  John Locke,tabula rasa secara sederhana diartikan manusia saat pertama kali seperti kertas kosong, manusia berkembang berdasarkan pengalaman empiriknya . Eits dah.. ini kan film tentang kuliner, berat amat ya dikaitkan dengan filsafat kuliner.  

Ternyata film yang diproduksi tahun 2014 ini awalnya berjudul Cerita Lapau .  Tabula rasa di sini bermakna lembaran baru. Sudah, gak gak usah bahas filsafat tabula rasa, toh niat awal  kami menonton berdua ini hanya mau asyik lihat kulinernya, he...he...

Film dengan khasanah kuliner ini luar biasa, meski bukan film yang laku banget di pasaran perfilman, Tetapi menyabet piala citra pada 4 nominasi di FFI 2014 yang diselengarakan di Palembang. 

Ceritanya sederhana banget bahwa masakan itu bermula dari rasa juga perwujudan cinta.Hans yg berdarah papua jatuh hati pada masakan gulai kepala kakap buatan Mak, salah satu pemilik rumah makan Takana Juo. 

Pertemuan Hans yang awalnya merantau ke Jakarta dari sebuah panti asuhan di Serui, Papua untuk mengejar cita-citanya sebagai pemain bola profesional. Namun insiden menyebabkan impiannya kandas,kakinya patah dan club tidak mau bertanggung jawab, jadilah Hans gelandangan terlunta-lunta di belantara ibukota.

Suatu ketika Hans ditemukan Mak dan Uda Natsur pingsan di sebuah jembatan. Mak merasa sangat kasihan dan mengajak Hans untuk ikut Mak, Han diberi makan enak berupa gulai kepala ikan kakap yang membuat Hans teringat pada masakan favoritnya di kampung kakap kuah kuning yang biasanya ia santap bersama papeda. 

Mak sebenernya juga perantauan dari Padang, korban gempa Padang 2009 yang meluluhlanntakan kedainya dan rumahnya serta  ia kehilangan  keluarga dan putra kesayangannya yang sangat gemar sekali makan gulai kepala ikan kakap seperti yang disantap Hans. 

Hans tidak mau dikasihani, ia tidak punya mental pengemis. karena itu ia ingin meminta kerja dengan Mak. Hans sempat merasa kesal karena merasa tertipu, ia telah menyemen lantai, Mak menolak memberi ia uang. 

Padahal Hans ingin sekali membeli bola agar dapat bermain dan melatih anak-anak kampung.  Meski sampai selesai Hans tidak pernah ungkapkan itu pada Mak. 

Mak punya alasan tersendiri, ia tidak mau memberi uang pada Hans, ternyata lapau itu dijalankan dengan sistem bagi hasil antara Mak, Uda Natsir dan sang koki, Uda Parmanto. Mereka benar-benar menjalankan sistem berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Mak yang sangat tinggi solidaritasnya  itu juga menginginkan Hans bukan hanya mendapat ikan, tetapi juga mendapat pancing. 

Karena itu Mak mengajak Hans untuk ikut kerja dengan mereka. Uda Parmanto merasa jengah dengan kehadiran pemuda Papua ini. Ia tidak dapat mempercayai sepenuhnya, kecemburuannya menyebabkan ia gelap mata. 

Ia justru meninggalkan Mak dan Lapau Takana Juo dengan menjadi chef di sebuah resto Minang mewah  yang baru berdiri , berada tepat di depan lapau Takana Juo. Hans sudah mengusulkan jika Lapau Takana Juo mau maju, harus menghadirkan gulai kepala kakap yang pernah ia makan. 

Mak sangat keberatan, ternyata Mak hanya masak masakan itu setahun sekali, di hari ulangtahun anaknya yang meninggal sebagai wujud takziahnya. Namun Hans yang gigih mampu meyakinkan  Mak, jika sebelumnya ia diajarkan resep masakan Padang akhirnya Mak memberikan resep rahasianya itu, bahkan Uda Parmanto pun tidak pernah tahu resep itu. 

Lapau kembali berjaya dengan menu andalan gulai kepala ikan kakap, resto tempat Uda Parmanto bekerja kembali sepi.

Lah kok aku jadi ingat dengan seleraku sendiri yak ....He..he... memang tidak dapat dipungkiri sih, beberapa resto kecil justru highly recommended.  Di Palembang saja buat orang-orang tertentu aku memang mengajak mereka makan di RM Minang yang kecil saja, karena ada menu khas yang belum tentu di resto ternama lebih atau bahkan sama enaknya.

 Soal akting luar biasa, Ade Irawan dengan logat Minangnya sih tidak dapat dibantah lagi akting natiralnya. Pemeran pendukung juga tampil dengan luar biasa, meski menggunakan logat dan bahasa Minang tetapi yang menonton terasa indah sajo di telinga bahasa tu yo. Angle pengambilan gambar masakan, termasuk suara racikan  dan asapnya yang mengepul saja bikin ngiler. Seolah kita telah dapat mengira-ngira aromanya.

Bahkan putraku yang menonton saja baper tiba-tiba ia mewek "Inget Yai, Kita udah gak bisa lagi makan bareng Yai di RM Padang atau tempat makan lain". Sebenernya Yainya (Ayahku) udah pergi lebih dari 2 tahun lalu dan sebelumnya juga udah sakit.Kami jalan-jalan makan bersama terakhir hampir 4 tahun lalu. Masakan Padang memang menyatukan selera kami yang biasanya berbeda-beda.

Sepanjang nonton film kami banyak ketawa dan ngobrol tentang khasanah kuliner terlezat Nusantara ini.

"Eh.. Nda, kapan-kapan buat papeda kuah kuning yang kayak dimasak si Hans ya"katanya. Ia sangat terpikat kala melihat Mak menikmati papeda yang dimasak oleh Hans.

Film ini memang bertema besar kuliner, tetapi menyelipkan pesan moral yang luar biasa. Rasa solidaritas yang tinggiatas dasar kemanusiaan yang memperat hubungan Hans dan Mak yang berbeda suku dan agama. Bahkan Hans si papua menjadi handal meracik masakan khas Padang yangoOrang Padangnya sendiri belum tentu bisa.

Dendam pribadi pun dapat luntur kala jiwa solidaritas yang tinggi, rasa tepa selira, turut merasakan. Uda Parmanto begitu tahu Mak sakit dan perlu dirawat di rumah sakit yang ditemani Uda Natsir sengaja datang membantu Hans yang sempat putus asa karena kebingungan, ada pesanan dari resepsi pernikahan yang harus ia selesaikan hari itu. 

Hans yang sangat bahagia, bukan hanya sekadar dibantu oleh Uda Parmanto. Tetapi ia mampu merasakan lenyapnya dendam Pace Uda (Panggilan Hans pada Uda Parmanto)  terhadap dirinya. Hans dengan berbesar hati mengajak Pace Uda Parmanto kembali bergabung. Tetapi Uda Parmanto juga sudah lapang dada menyerahkan pekerjaan itu pada anak muda berbakat ini.  "Tidak boleh ada dua nakhoda dalam sebuah kapal", ujar Uda Parmanto.

Meski cerita sederhana, akan ada makna mendalam yang disampaikan dalam film ini mengenai solidaritas, yang tentu akan dapat anda rasakan saat menontonnya sendiri.  

Kita tentu tak mungkin dapat menikmati rasa rendang dari kunyahan orang lain bukan.Rasa solidaritas itu selayaknya memperlakukan pembuatan rendang, perlu kesabaran  den perlu kehati-hatian "Kurang Kacau cik kambingan tak lampau kacau bapantingan" pesan Mak pada Hans saat mengajarkan masak rendang pada Hans. 

Rendang itu sama dengan solidaritas, rasa daging, rempah, cabe dan santan itu tetap pada rasa mereka, tidak saling meniadakan karena proses yang benar.  

Menyatu sebagai sebuah cita rasa yang harmoni.  Solidaritas itu bukan berarti mematikan rasa, tetapi menjadikan semua rasa menyatu secara harmoni. Rendang berasal dari kata Marandang, yang artinya mengaduk terus menerus tanpa henti,mengeringkan air dalam gulai agar bumbu dapat meresap sempurna dalam daging yang diolah. 

Terlebih rendang juga serapan masakan dari berbagai suku  bangsa dengan citarasa tersendiri yang menjadikannya sebagai masakah terlezat di dunia.

Menanamkan nilai soidaritas tidak harus menggabarkan konflik perbedaan SARA, film ini mampu mengemas tema ini dengan sangat halus dengan balutan cerita sederhana yang mudah dicerna siapa saja. 

Tidak ada salahnya menonton bersama dan mengajak teman atau keluarga berdiskusi tentang nilai-nilai solidaritas yang sempet dianggap sebuah "kebodohan". Memupuk solidaritas itu dimulai dari hal yang kecil, sederhana, dan dalam keseharian kita. Jadi tidak harus mencari contoh yang ekstrim bukan?

Tontonan bagus meski tak kurekoemndasikan buat yang tak tahan godaan menonton ini di saat puasa. Kalo kami sih, kadang menunggu waktu berbuka pun kami nonton mukbang.

Salam Kompal Selalu. Tetap bahagia.

Logo Kompal (Dok.WAG Kompal)
Logo Kompal (Dok.WAG Kompal)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun