Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Menyicipi Aneka Lapis Palembang dan Cintanya yang Berlapis-lapis

13 Juni 2018   21:10 Diperbarui: 15 Juni 2018   19:12 4034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Itik sebagai penghasil telur itik adalah hewan yang berkembang biak di rawa. Demikian juga tepung ketan yang berasal dari padi ketan dapat ditanam di lahan rawa, bagaimana dengan mentega. Ah...jangan lupa bahwa kerbau rawa adalah penghasil mentega dan minyak sapi yang berkualitas.

Sayangnya keinginan saya untuk membuat ragam makanan ini dari dadih kerbau pampangan belum sempat saya realisasikan, saya lupa memesannya pada petani melalui sebuah koperasi.

Semangat gotong royong dalam pembuatannya aneka kue lapis tersebut sangat kental pada masa jayanya kedaulatan pangan di Sumatera Selatan, beras ketan yang akan dipergunakan ditumbuk dengan lumpang kayu atau iseran yang dikerjakan secara bersama-sama dengan jiron tetangga. Pemanggangannya pun demikian, menggunakan maron atau kekep yang terbuat dari tanah liat yang dipanggang dengan bara api kayu.

Pada masa jayanya, gerabah adalah produk kebanggaran masyarakat Kayu Agung, di mana para gadisnya mampu menyiapkan biaya pesta perkawinannya dari hasil penjualan gerabah. Menunjukkan kemandirian ekonomi perempuan bahkan sebelum menikah.

Industrialisasi produk pangan dan peralatan rumah tangga yang mengutamakan kepraktisan pun semakin menggerus nilai-nilai gotong royong dan kemandirian perekonomian yang dulu terwakili dalam pembuatan kue lapis khas lebaran ini.

Ah ya, saya sama sekali tidak mengklaim 4 macam lapis ini sudah menjadi milik etnis tertentu, karena lapis kojo pun dikenal di bumi Borneo dengan sebutan kue lam yang kata teman sekali "Nyaman sekali rasanya,Kak". Ini bukanlah hal yang mengherankan selain rumpun budaya Melayu di bumi Nusantara, bukankah Kalimantan juga daerah rawa dengan sumber pangan yang hampir serupa?

Saya termasuk orang yang percaya bahwa manusia pada umumnya mencapai kenikmatan melalui makanan, jika tidak karena cita rasa pada lidahnya, cita rasa pada matanya karena tampilannya atau aromanya pada indera penciumannya.

Tetapi makanan pun dapat dinikmati pada rasa dalam perasaan. Bukankah tidak dapat dipungkiri saat memicu karena faktor romantisme terkenang makanan favorit atau justru pada kesejarahan makanan, bahkan rasa yang ditimbulkan saat menikmatinya.

Beberapa teman mendeskripsikan bahwa lapisan demi lapisan dalamkue lapis istimewa ini memperlihatkan ketekukan dan kesabaran sebagai modal hidup bagi semua insan melalui rasa yang dijaga untuk tetap konsisten baik dinikmati selapis demi selapis atau beberapa lapis dalam sekali gigitan.

Tidaklah berlebihan karena baik setiap lapis maupun setiap potong kue lapis dibuat dengan penuh cinta, meski kita membelinya, pembuatnya tetap menaruh rasa cintanya dalam membuat juadah ini. Jika dibuat asal-asalan tentu akan berantakan.

Saya lebay jadi anda tidak percaya? Ayolah ke Palembang, rasakan sendiri saat anda menikmatinya pada setiap gigitan atau jika ada yang pernah menikmatinya, bagaimana rasanya baik dilidah, mata, hidung atau bahkan perasaan anda ketika menikmati kue ini, bolehlah berbagi cerita dengan kami.

Kompal Kompak
Kompal Kompak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun