Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Menyicipi Aneka Lapis Palembang dan Cintanya yang Berlapis-lapis

13 Juni 2018   21:10 Diperbarui: 15 Juni 2018   19:12 4034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aneka Lapis Palembang| Sumber: @gerrycreation

"Palembang surga kuliner, wajar kamu selalu gagal diet," demikian ungkapan salah saru teman saya yang ada urusan di Palembang seminggu timbangannya dapat bergeser ke kanan beberapa kilogram.

Saya memang teman yang jahat, saat ia sibuk menasihati saya soal lingkar pinggang untuk mengubah pola makan saya, saya balas menasihatinya dengan mengajak berkeliling makan di beberapa spot makanan favorit saya yang membuat ia cukup kalap.

Selama ini ia hanya tahu bahwa makanan Palembang itu pempek, dia agak kaget ketika ia diajak sarapan pun hidangan turunan pempek banyak.

" Eh... lebaran di Palembang aja, ada menu-menu khusus yang jarang ditemui di hari biasa," saran saya.

"Huh... berapa kilo lagi naik berat badan?"ucapnya protes.

 "Halah... paling 5 kg," jawab saya simpel "dalam 2 hari" sambung saya terkekeh.

Juadah basah (demikian masyarakat Palembang menyebutnya) yang biasa dihidangkan di hari raya memang "mengerikan" dari sudut gizi, tetapi soal rasa di lidah akan sulit ditolak apalagi untuk pecinta makanan manis. 

Tetapi kandungan gula dan lemak yang tinggi terkadang membuat agar sedikit mengatur makannya agar tidak kebablasan, cukuplah sepotong kecil kita nikmati masing-masing kue, ya sepotong untuk satu rumah. Karena di hari lebaran beberapa puluh rumah akan kita kunjungi dengan menu luar biasa.

Sebenarnya banyak varian makanan khas di hari raya di Palembang, tetapi membahasnya satu per satu tidak cukup rasanya dalam satu artikel pendek. Untuk itu saya akan bercerita mengenai 4 macam kue lapis yang terhidang saat lebaran di Palembang dan Sumatera Selatan,

Ketika rainbow cake sempat booming beberapa tahun lalu, kemudian dikuti oleh beberapa pastry di Indonesia yang sempat viral di media sosial yang menyebabkan makanan penuh pewarna ini semakin melambung.

Padahal di masyarakat Indonesia pada umumnya, kue lapis dengan berbagai nama itu hal biasa saja. Bahkan seringkali kue ini menjadi makanan untuk acara gotong royongnya masak-masak ibu-ibu sebelum pesta perkawinan, di Palembang disebut berewang sambut gawe. Ini berarti pembuatannya pun dalam skala banyak karena dihidangkan untuk orang banyak.

Kue lapis yang banyak dikenal ini terbuat dari campuran tepung, air, gula dan santan yang dimasak dengan cara dikukus selapis demi selapis untuk memastikan kematangan bahan bakunya.

Pilihan tepungnya pun bermacam-macam, ada yang membuatnya dari tepung beras, tepung tapioka ataupun terigu. Kebiasaan kami menyebut kue lapis yang telah jadi dengan sebutan lapis beras jika terbuat dari tepung beras, lapis gandum jika terbuat dari terigu dan lapis sagu jika terbuat dari tapioka. 

Ah..sudahlah jangan diperdebatkan soal kebiasaan salah penyebutan emak-emak di Palembang yang telah dilakukan secara turun temurun itu. Memang penyebutan tepung sagu dari pohon sagu ataupun tapioka dari singkong (di Palembang Singkong/ketela pohon hanya cukup sebut ubi tanpa embel-embel apapun, sedangkan ubi rambat disebut ubi selo). 

Untuk hidangan lebaran, di Palembang biasa menghidangkan varian kue lapis lainnya. Dari bahan maupun pengolahannya sangat istimewa, karena itu jarang sekali makanan ini terhidang secara lengkap selain di hari raya. Boleh jadi anda dapat menemuinya di beberapa hotel bintang empat di Palembang atau hidangan acara pernikahan untuk masyarakat Palembang kalangan tertentu.

Sumber :Detikfood
Sumber :Detikfood
Dari segi bahan utama 4 macam kue lapis ini sebenarnya tidak terlalu berbeda, terdiri dari telur, gula dan susu pun cara pembuatannya yang dipanggang selapis demi selapis. Hanya bahan tambahan yang membuatnya beda satu sama lain baik dari rasa dan tekstur juga beda dalam penyebutannya.

Adapun kue lapis istimewa itu, yakni:

1. Maksuba

Seringkali kue ini menjadi bahan candaan teman-teman, "suba itu nama orang ya?", aku cuma bisa geleng-geleng kepala. Bisa jadi saya yang lemah dalam pemahaman sejarah kuliner di Palembang, sejarah penamaannya memang belum saya pahami sampai saat ini meskipun pemerintah provinsi Sumatera Selatan, melalui Balitbangnovda telah mengajukan makanan ini sebagai heritage tak benda.

Kue ini rasanya sangat manis karena hanya terbuat dari 25 butir telur itik, 500 gram gula, 1 kaleng kental manis, dan 250 gram mentega.* ditambah vanila yang dikocok dicampur menjadi satu lalu dipanggang di oven dengan api atas selapis demi selapis.

2. Engkak ketan

Bahannya 10 butir telur itik, 400 gram gula pasir, 6 gelas santan (8 gelas santan dari 4 butir kelapa yang direbus hingga menyusut tinggal 6 gelas), 500 gram tepung ketan halus, ditambah kelapa sangrai yang ditumbuk halus jika suka.yang dikocok dicampur menjadi satu lalu dipanggang di oven dengan api atas selapis demi selapis.

3. Lapis Kojo

Jangan salah dengan bolu kojo, karena bolu kojo itu mudah pembuatannya "hanya" bolu santan pandan dengan tekstir padat. Berbeda dengan lapis kojo yang lembut dengan rasa gurih, karena bahannya terdiri dari 25 butir telur itik, 500 gram gulapasir, 1 kaleng kental manis, 200 gram mentega, sama dengan bahan untuk membuat maksuba, tetapi sebagai tambahannya lapis kojo ditambahkan 1 liter santan kental dan 100 gram terigu serta diwarnai dengan perasan air daun pandan dan daun suji yang dikocok dicampur menjadi satu lalu dipanggang di oven dengan api atas selapis demi selapis.

4. Lapis legit

Ini kue sudah jamak, terbuat dari 40 butir kuning telur itik, 400 gram gula halus, 100 gram campuran tepung terigu,susu bubuk dan maizena, plus 400 gram butter yang dikocokrata dan dicampur dengan bumbu spiku. yang dikocok dicampur menjadi satu lalu dipanggang di oven dengan api atas selapis demi selapis. Lapis legit ini sudah jamak di Indonesia bahkan ada produk pabrikannya.

Hampir setiap rumah tangga di Sumatera Selatan menyediakan makanan ini untuk dihidangkan kepada para tamu. Jika yang berkemampuan dapat membelinya kepada tetangga, penjual kue dadakan atau toko kue ternama. Harganya per loyang ukuran 22x22x7 cm bersisar antara 200 ribu hingga 500 ribu per loyang. Kualitas pilihan bahan tentu jadi pembedanya, terutama merek bahannya yang tertentu juga berpengaruh.

Saya sendiri memilih untuk membuat, sehingga hari ini (2 hari menjelang lebaran) saya sok sibuk di dapur. Boleh jadi alasan budget adalah alasan utama, karena bayangkan saya minimal harus membuat 6 loyang kue tersebut dengan kualitas premium harganya sangat wow untuk saya.

Saya tidak cukup dana jika harus mengeluarkan uang sebanyak 1 hingga 3 juta hanya untuk membeli kue-kue itu. Jadi tidak mengherankan jika Ibu-ibu tertentu yang memang sengaja memiliki tabungan khusus atau melakukan arisan agar mampu membeli kue-kue ini.

Alasan kedua cukup membuat saya baper, saya ingin anak (baik anak saya sendiri ataupun anak saudara-saudara saya) merindukan saya melalui hidangan lebaran saya.

Sepenggal kalimat dalam pesan singkat "Kakak gak sabar balik ke Palembang, mau makan kue buatan bulek" adalah sebuah kebahagian tersendiri buat saya. Sehingga saya rela untuk menghabiskan waktu saya di dapur dengan risiko sedikit luka bakar di tangan, demi mendapat senyum kebahagiaan mereka.

Saya memang belum memahami kesejarahan kue khas lebaran di Palembang ini. Mengenai sejarah pempek yang masih perdebatan juga antar para pegiat budaya dan sejarah. tetapi setidaknya makanan ini mengingatkan saya bahwa budaya Sumatera Selatan berakar dari budaya rawa.

Jika dilihat dari bahan baku utamanya, terutama Maksuba dan Engkak (karena lapis legit dan kojo adalah varian baru dengan terigu sebagai bahan campuran, dan gandum tidak ditemukan di Sumatera Selatan) adalah ragam makanan yang benar-benar terbuat dari bahan baku lokal produk rawa.

Itik sebagai penghasil telur itik adalah hewan yang berkembang biak di rawa. Demikian juga tepung ketan yang berasal dari padi ketan dapat ditanam di lahan rawa, bagaimana dengan mentega. Ah...jangan lupa bahwa kerbau rawa adalah penghasil mentega dan minyak sapi yang berkualitas.

Sayangnya keinginan saya untuk membuat ragam makanan ini dari dadih kerbau pampangan belum sempat saya realisasikan, saya lupa memesannya pada petani melalui sebuah koperasi.

Semangat gotong royong dalam pembuatannya aneka kue lapis tersebut sangat kental pada masa jayanya kedaulatan pangan di Sumatera Selatan, beras ketan yang akan dipergunakan ditumbuk dengan lumpang kayu atau iseran yang dikerjakan secara bersama-sama dengan jiron tetangga. Pemanggangannya pun demikian, menggunakan maron atau kekep yang terbuat dari tanah liat yang dipanggang dengan bara api kayu.

Pada masa jayanya, gerabah adalah produk kebanggaran masyarakat Kayu Agung, di mana para gadisnya mampu menyiapkan biaya pesta perkawinannya dari hasil penjualan gerabah. Menunjukkan kemandirian ekonomi perempuan bahkan sebelum menikah.

Industrialisasi produk pangan dan peralatan rumah tangga yang mengutamakan kepraktisan pun semakin menggerus nilai-nilai gotong royong dan kemandirian perekonomian yang dulu terwakili dalam pembuatan kue lapis khas lebaran ini.

Ah ya, saya sama sekali tidak mengklaim 4 macam lapis ini sudah menjadi milik etnis tertentu, karena lapis kojo pun dikenal di bumi Borneo dengan sebutan kue lam yang kata teman sekali "Nyaman sekali rasanya,Kak". Ini bukanlah hal yang mengherankan selain rumpun budaya Melayu di bumi Nusantara, bukankah Kalimantan juga daerah rawa dengan sumber pangan yang hampir serupa?

Saya termasuk orang yang percaya bahwa manusia pada umumnya mencapai kenikmatan melalui makanan, jika tidak karena cita rasa pada lidahnya, cita rasa pada matanya karena tampilannya atau aromanya pada indera penciumannya.

Tetapi makanan pun dapat dinikmati pada rasa dalam perasaan. Bukankah tidak dapat dipungkiri saat memicu karena faktor romantisme terkenang makanan favorit atau justru pada kesejarahan makanan, bahkan rasa yang ditimbulkan saat menikmatinya.

Beberapa teman mendeskripsikan bahwa lapisan demi lapisan dalamkue lapis istimewa ini memperlihatkan ketekukan dan kesabaran sebagai modal hidup bagi semua insan melalui rasa yang dijaga untuk tetap konsisten baik dinikmati selapis demi selapis atau beberapa lapis dalam sekali gigitan.

Tidaklah berlebihan karena baik setiap lapis maupun setiap potong kue lapis dibuat dengan penuh cinta, meski kita membelinya, pembuatnya tetap menaruh rasa cintanya dalam membuat juadah ini. Jika dibuat asal-asalan tentu akan berantakan.

Saya lebay jadi anda tidak percaya? Ayolah ke Palembang, rasakan sendiri saat anda menikmatinya pada setiap gigitan atau jika ada yang pernah menikmatinya, bagaimana rasanya baik dilidah, mata, hidung atau bahkan perasaan anda ketika menikmati kue ini, bolehlah berbagi cerita dengan kami.

Kompal Kompak
Kompal Kompak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun