Saya juga tidak pernah merantau, jadi tidak pernah tau rasanya mudik.
Seringkali hal ini membuat teman-teman SMP tertentu yang akan mudik ke Palembang "melapor" kepada saya.
Karena mereka tahu dengan pasti masa lebaran saya ada di Palembang, jadi saya bisa reservasi tempat tertentu untuk bertemu. Kami menghindari reuni, lah tiap hari kami ngobrol via WAG.
Kadang yang tidak dapat mudik juga suka curcol "anakku 3 sekarang Ka, tugas di Bau-bau, ongkos sekali pulang saja bisa beli motor. Jadi aku bisa pulang 3 tahun sekali saja"salah satu teman pernah bercerita begitu.
Sepupu saya yang bersuami orang Jawa tiap tahun mudik ke Jawa. Tetapi memang dipersiapkan sambil holiday. Bahkan bisa panjang rutenya sampai ke Bali dan Lombok. Pun memilih kendaraan pribadinya, alasannya agar dapat santai dan merasakan suasana mudik.
Saya cuma iya ho'oh sambil angguk-angguk saja, saya bukan type traveller yang tangguh dengan tingkat crowded seperti itu. Karena saya tidak bisa bilang "saya dapat merasakan letihnya". Saya kan tidak pernah menjalaninya.
Lalu kalo tidak mudik kemana?. Pasti silaturahim ke keluarga dan tetangga.
Sebagai pasa waktu 4 hari itu tidak cukup untuk mengunjungi sanak keluarga.
Hari pertama saya tentu setengaj hari di rumah mertua, dan mengunjungi keluarga besar suami bersama kakak beradik dari pihak suami yang memang  sebagian tinggal di luar Palembang saat lebaran mudik ke Palembang.
Ibu saya termasuk sepuh di kampung saya, saat hari pertama pula saya lebih menunggu tamu-tamu tetangga yang datang.
Lebaran kedua adalah hari perjuangan, karena saya wajib membalas kunjungan sepupu-sepupu yang datang di hari pertama ke rumah orang tua saya.