Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tamparan yang Menyadarkan: Ketika Restorative Justice Masuk Sekolah

16 Oktober 2025   20:46 Diperbarui: 16 Oktober 2025   20:46 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga saat kembali ke sekolah pada Kamis (16/10/2025).(KOMPAS.COM/ACEP 

Tamparan yang Menyadarkan:  Ketika Restorative Justice Masuk ke Sekolah 

“Keadilan sejati bukan untuk menghukum, tetapi memulihkan kepercayaan.”

Oleh Karnita

Pendahuluan: Dari Krisis ke Kesadaran Baru

Apakah sebuah tamparan bisa menjadi awal rekonsiliasi dalam pendidikan? Kasus Kepala SMAN 1 Cimarga, Dini Pitria, yang sempat viral karena menegur dan menampar siswa pada 10 Oktober 2025, berakhir damai melalui mekanisme restorative justice (Kompas.com, 16/10/2025). Dalam peristiwa itu, masyarakat disuguhi pelajaran penting: menegakkan disiplin tanpa kehilangan sisi kemanusiaan.

Kedua pihak, guru dan siswa, saling meminta maaf dalam suasana yang tulus. Proses ini melibatkan pemerintah daerah, orang tua, dan organisasi guru, hingga melahirkan kesepakatan damai. Kasus yang sempat memanas menjadi inspirasi tentang pentingnya dialog dalam menyelesaikan konflik di sekolah.

Penulis tertarik mengulasnya karena isu ini menyentuh jantung dunia pendidikan: relasi saling percaya antara guru dan murid. Di tengah banyaknya kasus kekerasan yang berujung pidana, Cimarga justru memperlihatkan sisi lembut dari keadilan yang memulihkan.

1. Dari Teguran ke Kesalahpahaman Publik

Semuanya berawal dari tindakan tegas kepala sekolah menegur siswa yang merokok di area sekolah—pelanggaran yang jelas dilarang. Namun, teguran itu berubah sorotan publik ketika disertai sentuhan fisik yang dianggap berlebihan. Dalam hitungan jam, media sosial mengubahnya menjadi polemik nasional.

Padahal, di balik peristiwa itu, ada niat pendidikan yang sebenarnya sederhana: membiasakan disiplin. Sayangnya, konteks moral sering hilang dalam kebisingan opini. Inilah ujian bagi dunia pendidikan modern: bagaimana menegakkan ketertiban tanpa menimbulkan salah tafsir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun