Refleksinya jelas: menjaga petani berarti menjaga akar kedaulatan bangsa. Tanpa mereka, jargon swasembada pangan hanya menjadi retorika di panggung pidato.
Melindungi Konsumen, Mengawal Rasa Adil di Meja Makan
Sementara itu, HET berfungsi sebagai pagar bagi konsumen agar harga pangan tidak melambung liar di pasar. Dalam situasi ekonomi yang masih bergejolak, terutama setelah berbagai penyesuaian harga BBM dan tarif logistik, stabilitas harga pangan menjadi penentu rasa aman sosial masyarakat. Di titik inilah negara dituntut untuk hadir bukan sekadar sebagai regulator, tetapi juga pelindung.
Namun menjaga harga eceran tertinggi bukan perkara mudah. Jika pengawasan lemah, pedagang bisa memanfaatkan kelangkaan pasokan untuk menaikkan harga di atas batas wajar. Dampaknya bukan hanya pada daya beli, tapi juga pada ketimpangan sosial yang makin terasa di dapur-dapur rumah tangga kecil.
Melalui kebijakan HET, negara sejatinya sedang bernegosiasi dengan nurani: apakah keadilan ekonomi bisa dirasakan hingga meja makan rakyat kecil? Dalam hal ini, transparansi dan keterlibatan publik menjadi kunci pengawasan sosial yang efektif.
Rp150 Triliun: Angka Besar, Tanggung Jawab Lebih Besar
Subsidi pangan senilai Rp150 triliun tentu bukan angka kecil. Di balik nominal fantastis itu, tersimpan amanah besar: memastikan dana publik digunakan tepat sasaran dan tidak bocor di jalur distribusi. Sejarah menunjukkan, kebocoran subsidi kerap terjadi karena lemahnya sistem kontrol, data penerima yang tak akurat, dan budaya "asal lapor" di birokrasi.
Amran benar ketika menekankan bahwa pengawasan harus bersifat real time. Dalam era digital, data pangan seharusnya tidak lagi bersifat statis. Dengan integrasi sistem dari hulu hingga hilir, pengawasan bisa dilakukan secara terbuka---baik oleh lembaga negara maupun masyarakat sipil.
Anggaran sebesar itu bisa menjadi penopang kedaulatan pangan, tetapi juga bisa berubah menjadi sumber korupsi terselubung jika transparansi diabaikan. Di sinilah integritas aparatur negara diuji.
Menuju Swasembada: Dari Slogan ke Gerakan Kolektif
Amran menyampaikan optimismenya bahwa Indonesia akan mencapai swasembada pangan dalam dua hingga tiga bulan ke depan. Keyakinan itu patut diapresiasi, namun perlu disertai evaluasi mendalam terhadap sistem pendukungnya. Swasembada bukan hanya tentang hasil panen, tetapi juga tentang efisiensi distribusi, teknologi pertanian, dan keberlanjutan sumber daya alam.