Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Ketika Garuda Tumbang, Ayo Siapkan Sistem Sepak Bola Nasional Menuju Mimpi Piala Dunia

12 Oktober 2025   06:12 Diperbarui: 12 Oktober 2025   06:12 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepak bola bukan hanya permainan, tetapi cermin tata kelola. Kelemahan manajerial federasi, tumpang tindih kebijakan antara PSSI dan pemerintah, serta kurangnya data berbasis riset menjadi akar masalah kronis.

Kita butuh tata kelola yang berbasis transparansi, meritokrasi, dan profesionalisme. PSSI harus menjadi lembaga yang modern, bukan sekadar wadah turnamen. Pemerintah perlu hadir sebagai fasilitator yang menyiapkan infrastruktur, regulasi, dan arah pembinaan, bukan sebagai aktor yang ikut menentukan hasil di lapangan.

Sepak bola yang baik tidak lahir dari karisma, melainkan dari kelembagaan yang kuat. Fondasi sistemik inilah yang akan menuntun Garuda untuk tidak sekadar terbang, tetapi melesat menuju mimpi dunia.

Dari Kekalahan Menuju Kebangkitan

Rizky Ridho membayangi Bashar Resan pada laga kualifikasi Piala Dunia 2026 di Jeddah, Sabtu (11/10). (AP Photo/Ali Issa) 
Rizky Ridho membayangi Bashar Resan pada laga kualifikasi Piala Dunia 2026 di Jeddah, Sabtu (11/10). (AP Photo/Ali Issa) 

Kekalahan 0--1 di Jeddah adalah luka kecil dalam perjalanan panjang. Tapi dari luka itulah lahir daya tahan. Garuda tidak kehilangan terbangnya, hanya sedang belajar membaca arah angin.

Kini tugas kita bukan meratapi skor, melainkan menata sistem. Pembinaan usia dini, pelatih bersertifikat, kompetisi profesional, dan tata kelola yang transparan harus berjalan bersamaan. Tak ada jalan pintas menuju Piala Dunia. Tapi jika kita mulai hari ini, mimpi itu akan menemukan jalannya.

Sebagaimana Zidane Iqbal menunjukkan bahwa peluang kecil pun bisa jadi penentu, Indonesia pun bisa menciptakan peluang besar dari sistem kecil yang diperbaiki secara konsisten.

Penutup: Saatnya Menjahit Mimpi dengan Sistem

Garuda memang tumbang di Jeddah, tapi ia tidak kehilangan terbangnya. Kekalahan bukan takdir, melainkan tanda bahwa kita belum selesai belajar. Mimpi tampil di Piala Dunia 2026 mungkin sirna, tapi mimpi membangun sepak bola nasional yang tangguh justru baru dimulai.

Seperti kata Nelson Mandela, "Saya tidak pernah kalah. Saya menang atau saya belajar." Dari Jeddah kita belajar, dari sistem kita berbenah. Dan dari semangat Garuda, kita tahu: bangsa ini tidak pernah benar-benar kalah---selama masih punya keberanian untuk bermimpi dan menyiapkan fondasi untuk mewujudkannya. Wallahu a'lam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun