Dalam konteks nasional, hal ini menandai kelemahan klasik tata kelola infrastruktur pertanian. Pemerintah pusat maupun daerah sering sibuk membangun bendungan baru, tapi abai terhadap sistem lama yang menjadi tulang punggung petani. Air mengalir bagi yang punya proyek, bukan bagi yang membutuhkan.
Pembagian Air yang Tak Adil: Ketika Dua Irigasi Berebut Satu Sumber
Masalah kedua adalah ketimpangan distribusi air antara DI Loning dan DI Kragilan. Sumber air yang seharusnya cukup untuk satu sistem irigasi, kini harus berbagi dua. Akibatnya, aliran menjadi lemah dan tak sampai ke wilayah hilir seperti Bayan. Petani di bawah aliran hanya menerima sisa air, sementara sawah di bagian atas tetap hijau.
Pembagian yang tak proporsional ini memperlihatkan wajah ketimpangan struktural dalam pengelolaan sumber daya alam. Air bukan hanya persoalan teknis, tapi juga politik. Di banyak daerah, siapa yang punya akses ke pintu air, dialah yang punya kuasa atas hasil bumi.
Refleksi penting dari kasus ini adalah perlunya sistem distribusi air yang transparan dan berbasis keadilan spasial. Dalam era digital, teknologi sensor dan sistem kontrol otomatis seharusnya bisa diterapkan untuk mencegah perebutan air secara sepihak. Namun, tanpa komitmen moral, teknologi hanyalah alat tanpa arah.
Pencurian Air: Ketika Bertahan Hidup Menjadi Pelanggaran
Masalah ketiga yang menambah pelik persoalan ini adalah pencurian air melalui lubang-lubang ilegal. Beberapa oknum membuat saluran liar untuk menyedot air langsung dari aliran utama. Sekilas tindakan ini tampak kriminal, tapi di sisi lain, ia lahir dari rasa frustrasi yang dalam. Petani yang sawahnya kering berbulan-bulan memilih jalan pintas agar tanaman tidak mati.
Fenomena ini menggambarkan bagaimana ketimpangan dan lambannya respons pemerintah menciptakan “kejahatan yang sistemik.” Ketika negara lambat mengairi, rakyat mencari cara sendiri untuk bertahan. Namun, praktik ini justru memperburuk krisis: debit air berkurang, konflik antarpetani meningkat, dan ekosistem irigasi semakin rusak.
Dalam situasi seperti ini, penegakan hukum perlu diiringi pendekatan sosial. Pencurian air bukan semata pelanggaran hukum, tapi juga tanda bahwa sistem distribusi gagal memenuhi rasa keadilan dasar warga.
Suara Petani dan Janji Pemerintah: Antara Harapan dan Penantian