BBM Langka, Mobil Listrik, dan Gugatan Seorang Warga
“Ketika rakyat menggugat, sesungguhnya negara sedang diajak bercermin.”
Oleh Karnita
Pendahuluan: Energi, Gugatan, dan Transformasi yang Tak Terduga
Apakah langkanya bahan bakar bisa melahirkan kesadaran baru tentang energi bersih? Pertanyaan itu muncul ketika membaca berita Kompas.com, Rabu, 8 Oktober 2025, berjudul “Gugat Bahlil karena BBM di SPBU Swasta Langka, Tati Kini Pakai Mobil Listrik.” Berita yang ditulis Shela Octavia dan Dani Prabowo ini bukan sekadar kisah tentang kelangkaan BBM, melainkan juga potret kecil perubahan besar: dari krisis distribusi menuju kesadaran energi alternatif.
Fenomena ini menjadi relevan di tengah kebijakan pemerintah yang masih tarik-menarik antara subsidi BBM dan transisi energi hijau. Ketika SPBU swasta seperti Shell dan Vivo mengalami kelangkaan, publik kembali menggantungkan diri pada Pertamina—dan di sanalah muncul ketegangan antara hak konsumen, tata niaga energi, dan monopoli negara. Tati Suryati, warga sipil yang menggugat Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, menghadirkan wajah baru aktivisme: seorang pengguna mobil pribadi yang menuntut keadilan energi.
Penulis tertarik karena kasus ini memperlihatkan bahwa transisi energi bukan sekadar kebijakan makro, melainkan pengalaman personal yang sangat manusiawi. Dari kelangkaan BBM hingga keputusan beralih ke mobil listrik, Tati mewakili jutaan warga yang menghadapi realitas: ketika negara lamban berbenah, rakyat mencari jalannya sendiri. Gugatan perdata ini menjadi cermin antara hak individu dan tanggung jawab negara dalam menjamin akses energi yang adil dan berkelanjutan.
1. Dari SPBU Swasta ke Mobil Listrik: Peralihan yang Bermakna
Langkanya BBM di SPBU swasta pada pertengahan September 2025 menjadi titik balik bagi Tati. Ia terbiasa mengisi BBM V-Power Nitro+ di Shell setiap dua minggu, sebelum akhirnya kesulitan mendapat pasokan. Keputusan beralih ke mobil listrik bukan semata-mata pilihan gaya hidup, melainkan bentuk adaptasi terhadap ketidakpastian pasokan energi. Dari sini kita belajar bahwa krisis sering kali menjadi pintu kesadaran baru.
Kisah Tati adalah simbol perubahan perilaku konsumen dalam menghadapi krisis energi. Ketika BBM menjadi barang langka, masyarakat tak lagi menunggu solusi pemerintah—mereka berinovasi sendiri. Fenomena seperti ini pernah terjadi di berbagai negara saat harga minyak melonjak, dan konsumen beralih ke kendaraan listrik atau transportasi publik. Indonesia tampaknya mulai menapaki jalan serupa, meski masih dalam langkah awal.