Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Prabowo Menyusuri Jejak Leluhur di Tengah Diplomasi

28 September 2025   04:57 Diperbarui: 28 September 2025   04:57 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden RI Prabowo Subianto berziarah ke makam kakek dan neneknya di Den Haag, Belanda, Jumat (26/9/2025). (Dok. IG Prabowo)

Selain itu, momen ini memberi pelajaran tentang keteladanan pemimpin. Sikap santun dan elegan menunjukkan bahwa integritas personal bisa berpadu dengan tugas negara. Refleksi ini relevan bagi masyarakat modern yang sering disibukkan dengan rutinitas sehari-hari.

Diplomasi Berbasis Nilai dan Kemanusiaan

Kunjungan resmi ke Belanda menegaskan bahwa diplomasi sebaiknya berbasis nilai. Pertemuan dengan Raja Willem-Alexander dan Ratu Máxima menandai penguatan hubungan bilateral. Di sisi lain, ziarah pribadi Prabowo memberi makna tambahan: diplomasi tidak selalu harus formal dan kaku. Integrasi nilai-nilai personal dan profesional menghadirkan dimensi kemanusiaan yang elegan.

Pengembalian 30 ribu artefak, fosil, dan dokumen Indonesia menjadi bukti konkret dari hubungan yang harmonis. Ziarah ini mengingatkan bahwa sejarah, keluarga, dan diplomasi dapat bersinergi. Pesan yang tersirat adalah bahwa menghargai akar sejarah menjadi bagian dari diplomasi yang berkelanjutan.

Dalam konteks global, tindakan ini memberi citra positif bagi Indonesia. Pemimpin yang menghormati akar sejarah pribadi sekaligus mengurus kepentingan nasional menjadi inspirasi. Kritik halus terhadap diplomasi yang kaku muncul sebagai pengingat bahwa nilai kemanusiaan tetap relevan.

Warisan Budaya sebagai Jembatan Diplomasi

Ziarah ini mengangkat pentingnya warisan budaya. Prabowo menelusuri makam kakek dan nenek ibunya, Phillip Frederik Laurens Sigar dan Cornelie Emilie Sigar. Identitas nasional juga terbentuk dari jejak keluarga dan sejarah pribadi.

Pengakuan publik terhadap akar sejarah pribadi pemimpin menumbuhkan kesadaran sejarah di masyarakat. Publik diajak menghargai kisah leluhur sebagai bagian dari identitas kolektif. Refleksi ini penting di era globalisasi yang sering membuat sejarah lokal terlupakan.

Warisan budaya juga menjadi jembatan diplomasi. Pengembalian artefak dan dokumen Indonesia dari Belanda bukan hanya simbol politik, tetapi pengakuan terhadap nilai sejarah dan budaya. Pesan yang tersirat: menjaga hubungan internasional harus menghargai warisan sejarah.

Pesan Moral dan Inspiratif Kepemimpinan

Momen ini menyiratkan pesan moral bagi publik. Kepemimpinan yang menghormati leluhur memberi teladan tentang integritas dan menghargai akar sejarah. Ziarah ini mengingatkan bahwa pemimpin yang santun mampu menginspirasi generasi muda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun