Kawal Transisi PPPK Paruh Waktu Menuju Status Penuh!
"Kebijakan bijak bukan hanya tentang cepatnya keputusan, melainkan juga ketepatan waktu dan keberlanjutan dampaknya."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Apakah kebijakan pengangkatan tenaga honorer menjadi PPPK paruh waktu sudah cukup menjawab keresahan publik? Pertanyaan ini muncul setelah Pikiran Rakyat pada 24 September 2025 memberitakan langkah Pemprov Jawa Barat yang menetapkan 26.968 tenaga honorer menjadi PPPK paruh waktu. Dalam laporan tersebut, Sekda Jabar Herman Suryatman menegaskan pengangkatan penuh baru akan dimulai secara bertahap tahun 2026.
Kebijakan ini tentu membawa harapan, sekaligus menyisakan kegelisahan di tengah publik. Di satu sisi, tenaga honorer akhirnya mendapat kepastian status hukum dan pengakuan atas pengabdiannya. Namun di sisi lain, keterbatasan fiskal membuat proses pengangkatan penuh tidak bisa dilakukan sekaligus.
Penulis tertarik membahas isu ini karena menyentuh jantung persoalan tata kelola aparatur sipil negara. Urgensinya jelas, sebab menyangkut hak hidup puluhan ribu tenaga honorer dan masa depan pelayanan publik di Jawa Barat. Relevansinya pun tinggi, mengingat pemerintah daerah lain juga menghadapi dilema serupa dalam mengatur belanja pegawai.
1. Angka Besar, Harapan Besar
Jumlah 26.968 PPPK paruh waktu bukan angka kecil. Mereka adalah tenaga honorer yang selama ini menopang jalannya berbagai layanan publik di OPD. Dengan status baru ini, mereka tentu berharap tidak lagi berada dalam ketidakpastian administratif.
Namun, angka besar ini sekaligus menjadi tantangan fiskal yang nyata. Jika semua diangkat penuh secara bersamaan, belanja pegawai diperkirakan bisa menembus 40 persen dari APBD. Artinya, akan ada pengorbanan besar pada pos anggaran pembangunan infrastruktur dan pelayanan masyarakat lain.