Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tak Ada Kayu, Bambu Pun Jadi, Saatnya Potensi Ini Diseriusi!

23 September 2025   14:19 Diperbarui: 23 September 2025   14:19 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penanaman pohon bambu di kawasan Dilem Wilis Dompyong, Kecamatan Bendungan, Kamis, 19 September 2024. Dok. Pemkab Trenggalek 

Pesan penting dari isu ini adalah bahwa bambu bukan pilihan darurat, melainkan solusi cerdas untuk masa depan. Dengan pengelolaan hutan bambu lestari, kita bukan hanya menyelamatkan pohon, tetapi juga mengurangi risiko krisis bahan baku yang selama ini membayangi industri kayu.

Hutan Bambu Arashiyama, Kyoto (Kurnia/detikTravel) 
Hutan Bambu Arashiyama, Kyoto (Kurnia/detikTravel) 

2. Potensi Ekonomi Hijau Berbasis Bambu

Menurut data Kementerian Perindustrian, pasar global produk bambu diproyeksikan naik dari 74 miliar dolar AS (2024) menjadi 118,3 miliar dolar AS (2034). Ironisnya, Indonesia hanya menguasai 0,9 persen pasar. Angka ini menunjukkan betapa besar peluang yang kita lewatkan jika bambu hanya dipandang sebagai komoditas pinggiran.

Transformasi bambu menjadi biochar, energi terbarukan, atau material hijau untuk industri konstruksi bisa membuka lapangan kerja hijau. Hal ini sekaligus menjawab tantangan pengangguran di pedesaan, terutama di wilayah kaya bambu seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Bambu bukan hanya menyerap karbon, tapi juga menyerap pengangguran.

Refleksi kita: jangan sampai potensi besar ini diambil negara lain karena kita terlalu lama ragu. Bambu harus ditempatkan sejajar dengan komoditas strategis lain seperti kelapa sawit atau karet, namun dengan nilai lebih: keberlanjutan ekologis.

3. Bambu dalam Perspektif Budaya dan Identitas

Penanaman pohon bambu di kawasan Dilem Wilis Dompyong, Kecamatan Bendungan, Kamis, 19 September 2024. Dok. Pemkab Trenggalek 
Penanaman pohon bambu di kawasan Dilem Wilis Dompyong, Kecamatan Bendungan, Kamis, 19 September 2024. Dok. Pemkab Trenggalek 

Sejak lama, bambu telah menyatu dengan budaya Nusantara. Dari angklung di Jawa Barat, seruling bambu di Sulawesi, hingga anyaman bambu di Bali, tanaman ini bukan sekadar bahan baku, melainkan simbol kearifan lokal. Di balik setiap ruasnya tersimpan kisah kebersahajaan sekaligus kekuatan komunitas.

Rika Anggraini dari Yayasan KEHATI menegaskan bahwa bambu adalah identitas budaya dan penopang ketahanan sosial. Pelestarian berbasis masyarakat yang dilakukan sejak 2012 di Jawa Barat, Bali, NTB, dan NTT membuktikan bambu mampu menjadi sumber kesejahteraan. Artinya, membicarakan bambu bukan hanya soal bisnis, tapi juga pewarisan nilai.

Kritiknya, modernisasi seringkali mengabaikan bambu karena dianggap kuno. Padahal, jika dilihat lebih dalam, bambu justru mampu menjembatani tradisi dan inovasi. Refleksi ini mengingatkan kita: menjaga bambu sama halnya dengan menjaga identitas bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun