Jika masyarakat tidak ikut berubah, tumpukan sampah akan terus muncul meski ada regulasi dan fasilitas. Edukasi lingkungan harus digencarkan, misalnya dengan mewajibkan pedagang memilah sampah organik dan anorganik. Bahkan, sampah organik pasar bisa diolah menjadi kompos atau pakan ternak jika dikelola serius.
Pesan yang bisa dipetik: kebersihan pasar adalah cermin budaya warga kotanya. Refleksinya: mengubah pasar berarti juga mengubah pola pikir ribuan orang yang berinteraksi di dalamnya setiap hari.
5. Jalan Keluar: Kolaborasi dan Transparansi
Lantas, apa yang seharusnya dilakukan? Pertama, pengelola pasar wajib tunduk pada regulasi dan membayar retribusi sebagai bentuk tanggung jawab. Kedua, pemerintah perlu bersikap tegas agar tidak ada lagi ruang untuk pengabaian. Ketiga, pedagang dan pembeli harus dilibatkan dalam gerakan kebersihan yang terukur.
Solusi yang ditawarkan DLH Bandung untuk membawa sampah ke Pasar Gedebage seharusnya segera diimplementasikan. Dengan transparansi biaya dan kolaborasi lintas pihak, jalan keluar bisa lebih cepat ditemukan. Pasar yang bersih akan menguntungkan semua pihak, bukan hanya pemerintah atau pedagang.
Refleksi akhirnya adalah: masalah sampah Caringin adalah cermin lebih besar dari tata kelola kita. Jika kita mampu mengatasi sampah di pasar, itu pertanda kita siap mengatasi masalah kota secara lebih luas.
Penutup
Kasus sampah di Pasar Caringin adalah tamparan keras bagi semua pihak. Ia menegaskan bahwa pembangunan tidak hanya bicara soal ekonomi, tetapi juga tanggung jawab lingkungan. Jika pengelola pasar enggan berubah, maka wajah pasar akan terus menjadi luka yang terbuka.
Seperti kata Mahatma Gandhi, “Kebersihan adalah bagian dari iman.” Maka, membersihkan pasar bukan hanya urusan teknis, melainkan cermin moralitas kolektif. Apabila kita gagal menjaga kebersihan pasar, bagaimana mungkin kita berbicara tentang kota yang beradab?
Disclaimer
Artikel ini adalah opini penulis yang disusun berdasarkan pemberitaan media dan regulasi resmi, tidak mewakili institusi mana pun.