Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Sampah Caringin, Cermin Tata Kelola Pasar Kita

18 September 2025   18:19 Diperbarui: 18 September 2025   18:19 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 Sampah menumpuk di Pasar Caringin, Bandung. Gubernur Jabar tegaskan tanggung jawab penuh ada pada pengelola.* /Kontibutor Pikiran Rakyat/Kholid

Pesannya jelas: ekonomi tidak bisa berjalan sehat di atas fondasi lingkungan yang sakit. Pasar seharusnya menularkan nilai tertib, disiplin, dan kepedulian bersama, bukan justru menjadi contoh buruk bagi generasi berikutnya. Refleksi ini mengingatkan bahwa modernisasi pasar bukan hanya soal bangunan megah, melainkan tata kelola berkelanjutan.

2. Regulasi Ada, tapi Implementasi Tersendat

Perda Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah seharusnya menjadi pegangan kokoh. Regulasi itu menegaskan kewajiban pengelola kawasan, termasuk pasar, untuk bertanggung jawab atas limbah yang mereka hasilkan. Pemerintah bahkan sudah menawarkan solusi teknis dengan membawa sampah Caringin ke Pasar Gedebage yang memiliki fasilitas pengolahan.

Namun yang muncul justru penolakan dari pengelola Caringin, dengan alasan tidak mau membayar retribusi. Sikap ini menggambarkan lemahnya komitmen dan ketidakmauan untuk berinvestasi dalam pengelolaan lingkungan. Padahal, retribusi adalah bagian dari biaya operasional yang logis dalam menjaga keberlanjutan fasilitas.

Kritik masyarakat pun menjadi relevan: bagaimana mungkin sebuah pasar besar, yang omzet harian pedagangnya mencapai miliaran rupiah, enggan menanggung biaya kebersihan? Refleksi dari sini jelas: regulasi tanpa implementasi hanyalah kertas kosong.

3. Ego Pengelola vs. Kepentingan Publik

Salah satu titik persoalan ada pada tarik-menarik ego pengelola dengan kepentingan publik. Gubernur Jabar sudah mengingatkan berkali-kali, bahkan pernah turun langsung membersihkan. Namun ketika arahan diabaikan, publik akhirnya menyaksikan drama klasik: “saling lempar tanggung jawab.”

Ego pengelola terlihat dalam sikap abai terhadap solusi yang ditawarkan. Bagi mereka, retribusi sampah dianggap beban, bukan investasi. Padahal bagi publik, sampah yang menumpuk adalah ancaman kesehatan, ketidaknyamanan, dan merusak citra kota.

Pesan penting dari kondisi ini adalah perlunya menyeimbangkan kepentingan privat dan publik. Pengelola pasar tidak boleh melupakan bahwa pasar adalah ruang hidup bersama, bukan sekadar ladang mencari keuntungan. Refleksi kritisnya: ketika ego dibiarkan mendominasi, publiklah yang menanggung kerugian terbesar.

4. Budaya Buang Sampah: Masalah Kita Semua

Namun, apakah masalah ini hanya salah pengelola? Tentu tidak sesederhana itu. Budaya buang sampah sembarangan di kalangan pedagang dan pembeli juga memperparah kondisi. Pasar tradisional sering kali identik dengan pemandangan plastik, sisa sayur, dan bau menyengat yang dianggap “biasa.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun