Dari Garasi Sukabumi, Gula Aren Tembus London
"Kekuatan terbesar bisnis kecil terletak pada niat yang murni, bukan hanya pada modal yang besar."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Di sebuah garasi sederhana di Sukabumi, aroma manis nira segar bercampur dengan bau kayu basah dan kardus kemasan. Cahaya lampu pijar menerangi tumpukan gula aren cokelat keemasan yang siap berangkat jauh dari tanah asalnya. Dari ruang sempit itu, lahir cerita besar: butiran gula Nusantara yang kelak larut dalam secangkir kopi di kota London.
Kisah ini kian menarik ketika teringat bahwa Mahorahora hanyalah bermula dari garasi rumah seorang Slamet Sudijono. Ia mengajak para penderes nira untuk tetap bertahan, menjadikan bisnis bukan semata urusan laba, melainkan juga penyelamatan profesi yang hampir punah. Perjalanan sederhana ini membuat saya melihat gula aren bukan sekadar manisan, melainkan simbol perlawanan atas dominasi impor.
Ketertarikan saya muncul karena di balik manisnya penjualan daring di Shopee, tersimpan gagasan besar tentang kemandirian pangan dan pemberdayaan desa. Mahorahora mengajarkan bahwa produk lokal dapat melintasi batas, dari pedalaman Sukabumi hingga rak pasar global. Sebuah perjalanan kecil yang memberi harapan besar, sekaligus teladan UMKM Indonesia masa kini.
1. Dari Garasi ke Panggung Dunia
Perjalanan Mahorahora dimulai pada 2020, ketika Slamet mendengar kisah getir petani yang nyaris meninggalkan pohon aren. Dari situ, ia mencoba menjual 50 kilogram gula aren melalui Shopee, yang ternyata habis dalam sebulan. Momentum kecil itu berkembang menjadi pondasi kuat yang mengubah nasib banyak keluarga di Sukabumi.
Narasi ini menegaskan bahwa keberhasilan bisnis bukan semata urusan modal, tetapi juga kepekaan membaca kebutuhan sosial. Slamet membuktikan, niat murni bisa menjadi energi transformatif yang melampaui logika dagang konvensional. Inisiatif sederhana---membuka akses pasar digital bagi petani---berbuah pada kebangkitan harapan di pedesaan.