Di tengah gempuran produk impor, kisah Mahorahora juga memberi kritik halus pada negara. Jika satu UMKM bisa berkontribusi menekan defisit gula impor, mengapa kebijakan nasional belum sepenuhnya mendukung potensi lokal? Pertanyaan ini patut direnungkan oleh para pemangku kebijakan.
2. Shopee sebagai Jembatan Transformasi
Shopee menjadi pintu masuk Mahorahora dalam menghubungkan penderes dengan konsumen modern. Dari Rp 2 juta omzet awal, kini usaha itu tumbuh seratus kali lipat. Kuncinya bukan sekadar menjual produk, melainkan memanfaatkan ekosistem digital yang memfasilitasi iklan, promosi, hingga program live streaming.
Transformasi ini menunjukkan bahwa e-commerce bukan hanya tren, melainkan kebutuhan bagi UMKM. Slamet bahkan mengakui proses belajarnya penuh trial and error, dari membungkus paket sendiri hingga mengelola iklan daring. Justru kerendahan hati untuk belajar inilah yang memperkuat daya saing Mahorahora.
Namun, pengalaman ini sekaligus menjadi kritik bagi UMKM lain yang masih enggan go digital. Tanpa keberanian mencoba, mereka akan tertinggal. Kisah Mahorahora membuktikan bahwa akses digital bisa menjadi kunci demokratisasi ekonomi---asal ada kemauan untuk belajar.
3. Gula Aren: Tradisi, Kesehatan, dan Kemandirian
Produk Mahorahora bukan sekadar gula, melainkan bagian dari identitas pangan Nusantara. Sebelum gula putih hadir sebagai warisan kolonial, gula aren sudah menjadi pemanis alami yang akrab dengan budaya kita. Indeks glikemiknya yang lebih rendah pun menjadikannya pilihan sehat dibanding gula rafinasi.
Dengan demikian, konsumsi gula aren tidak hanya bermanfaat bagi tubuh, tetapi juga menghidupkan tradisi lokal. Mahorahora menjadikan kesehatan dan kemandirian sebagai nilai tambah produknya. Konsumen tidak sekadar membeli gula, melainkan ikut merawat budaya sekaligus mendukung ketahanan pangan.
Namun, ironi besar tetap menghantui: kebutuhan gula nasional mencapai 7 juta ton per tahun, dan lebih dari separuhnya masih impor. Kisah Mahorahora seharusnya menyadarkan kita bahwa solusi sebenarnya ada di depan mata, yaitu memberdayakan produk lokal.
4. Dari Sukabumi ke London