Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Antara Keteguhan dan Beratnya Hidup, Mampukah Guru Sekolah Rakyat Bertahan?

24 Agustus 2025   06:19 Diperbarui: 24 Agustus 2025   06:19 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Guru berfoto dengan SK usai pelantikan Guru Sekolah Rakyat di Kantor Kemensos, Jakarta, 8 Agustus 2025.  (Dok. Antara/Bayu Pratama) 

Antara Keteguhan dan Beratnya Hidup, Mampukah Guru Sekolah Rakyat Bertahan?

"Mengajar bukan hanya tugas, melainkan panggilan jiwa."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Suasana haru tampak pada 18 Agustus 2025 ketika Kompas memuat berita berjudul "1.326 Guru Sekolah Rakyat Tetap Bertahan di Tengah Gelombang Pengunduran Diri." Pemberitaan ini menyoroti realitas pahit sekaligus heroik di lapangan: ratusan guru mundur, tetapi ribuan lainnya tetap setia mengabdi. Fenomena ini mencerminkan wajah pendidikan Indonesia yang masih berhadapan dengan tantangan geografis dan sosial.

Urgensi berita ini jelas terasa ketika program Sekolah Rakyat diproyeksikan sebagai solusi pemerataan pendidikan. Di tengah pengunduran diri 143 guru, keteguhan 1.326 guru menjadi fondasi agar program tidak goyah. Dalam konteks saat ini, pengabdian mereka patut dihargai, terlebih ketika pendidikan menjadi syarat utama mobilitas sosial bangsa.

Alasan penulis tertarik mengulas isu ini adalah karena ia menyentuh inti perjuangan: guru sebagai garda depan perubahan. Apa yang mereka hadapi bukan sekadar soal logistik, tetapi juga panggilan moral dan tanggung jawab sejarah. Relevansinya, masyarakat perlu memahami bahwa pendidikan tidak bisa berjalan tanpa keberanian orang-orang yang memilih bertahan.

Penempatan dan Gelombang Pengunduran Diri

Alasan pengunduran diri sebagian guru Sekolah Rakyat memang masuk akal, terutama karena lokasi penempatan yang sulit dijangkau. Jarak yang jauh, transportasi terbatas, dan biaya tambahan membuat sebagian guru menimbang kembali kesanggupan mereka. Kondisi geografis Indonesia yang luas menjadi tantangan nyata yang belum sepenuhnya teratasi oleh kebijakan teknis.

Namun, di balik pengunduran diri itu terselip kritik terhadap tata kelola penempatan. Pemerintah perlu memastikan sistem distribusi guru berjalan adil dan manusiawi, tanpa memberatkan satu pihak. Jika tidak, program mulia ini akan selalu kehilangan tenaga pendidik terbaik sebelum benar-benar berfungsi. Hal ini menegaskan pentingnya desain kebijakan berbasis kebutuhan lokal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun