Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Remaja Rentan Gangguan Mental, Sejatinya Keluarga Jadi Penopang Utama

20 Agustus 2025   18:31 Diperbarui: 20 Agustus 2025   18:31 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Kesehatan mental bukan sekadar kondisi, melainkan fondasi kehidupan remaja yang layak diperjuangkan bersama." (dok. geotimes)

Remaja Rentan Gangguan Mental, Sejatinya Keluarga Jadi Penopang Utama

"Kesehatan mental bukan sekadar kondisi, melainkan fondasi kehidupan remaja yang layak diperjuangkan bersama."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Pagi 20 Agustus 2025, Pikiran Rakyat menurunkan laporan berjudul “IDAI: Remaja Rentan Gangguan Mental, Deteksi Dini Jadi Kunci Pencegahan”. Artikel ini menggambarkan urgensi persoalan kesehatan mental pada remaja, yang kian relevan dengan realitas sosial saat ini. Sebagai pembaca, saya tertarik karena isu ini menyentuh dimensi pendidikan, keluarga, dan masa depan generasi bangsa.

Masalah kesehatan mental remaja kini semakin kompleks dengan adanya tekanan akademik, pengaruh media sosial, hingga meningkatnya kasus bullying. Laporan tersebut menegaskan bahwa deteksi dini adalah kunci pencegahan agar gangguan tidak berkembang ke arah lebih serius. Dalam konteks Indonesia, isu ini penting karena menyangkut kualitas sumber daya manusia di masa depan.

Alasan lain urgensi isu ini adalah data WHO 2023 yang menunjukkan 14 persen remaja dunia mengalami gangguan mental. Fakta ini selaras dengan temuan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), yang menyebut remaja Indonesia menghadapi risiko serupa. Maka, membicarakan kesehatan mental remaja bukan hanya masalah medis, melainkan juga isu sosial, kultural, dan kebijakan publik.

Remaja dalam Pusaran Kerentanan Mental

Masa remaja sering kali dipersepsikan sebagai masa paling bugar dalam hidup seseorang. Namun menurut IDAI, justru di fase ini remaja berada dalam posisi rentan terhadap gangguan mental. Transisi dari anak menuju dewasa, pubertas, dan tekanan sosial membuat mereka berada dalam pusaran kerentanan.

Kondisi ini diperparah dengan ekspektasi orang tua maupun sekolah yang kerap menekan. Remaja yang tidak mampu memenuhi standar sosial bisa mengalami krisis kepercayaan diri. Situasi semacam ini menciptakan luka psikologis yang dapat membekas hingga dewasa. Ironisnya, masyarakat justru sering abai terhadap tanda-tanda awalnya.

Pesan utama dari fenomena ini adalah bahwa kita tidak boleh menyepelekan kondisi emosional remaja. Mereka memang terlihat kuat secara fisik, tetapi mental mereka bisa rapuh jika tidak diberi ruang aman. Kritik pentingnya adalah: budaya kita masih cenderung menganggap masalah mental sebagai “kelemahan” belaka. Refleksinya, masyarakat perlu membongkar stigma agar remaja bisa mencari bantuan tanpa rasa malu.

Faktor Penyebab yang Sering Terabaikan

IDAI menyebut tiga faktor utama penyebab gangguan mental remaja: biologis, psikologis, dan lingkungan. Faktor biologis misalnya genetik, gizi, dan kondisi hormonal. Faktor psikologis mencakup pola asuh, regulasi emosi, serta trauma masa kecil. Faktor lingkungan erat kaitannya dengan bullying, ekonomi keluarga, dan iklim pendidikan.

Faktor lingkungan menjadi sangat dominan karena remaja belajar dari interaksi sehari-hari. Lingkungan positif menumbuhkan kepercayaan diri, sedangkan lingkungan toksik memperbesar peluang depresi dan kecemasan. Sayangnya, banyak remaja Indonesia yang masih menghadapi realitas sosial penuh kekerasan verbal maupun digital. Media sosial semakin menambah beban dengan menghadirkan perbandingan yang tidak sehat.

Pesan pentingnya adalah bahwa kesehatan mental remaja merupakan hasil interaksi banyak aspek. Kritiknya, pendekatan kebijakan kita masih terlalu menekankan aspek akademik dibanding psikologis. Refleksinya, setiap kebijakan pendidikan harus memuat perspektif kesehatan mental agar tidak mengulang kesalahan struktural.

Deteksi Dini: Pilar Pencegahan Gangguan Mental

Deteksi dini adalah kunci utama sebagaimana ditegaskan IDAI. Mengenali tanda awal seperti perubahan mood, konsentrasi menurun, atau kecenderungan menyendiri dapat menyelamatkan remaja dari risiko lebih besar. Dengan deteksi dini, penanganan bisa lebih ringan, bahkan sering kali cukup dengan dukungan keluarga.

Keluarga memiliki posisi strategis dalam hal ini karena menjadi lingkungan terdekat. Orang tua perlu peka terhadap perubahan kecil pada anaknya, dan tidak terburu-buru menghakimi. Sikap mendengar, memberi apresiasi, serta menghindari stigma sangat dibutuhkan. Sekolah pun harus ikut berperan dengan membangun atmosfer aman dan inklusif.

Pesan yang muncul jelas: pencegahan jauh lebih efektif daripada penanganan kasus yang sudah berat. Kritiknya, sistem kesehatan di Indonesia belum sepenuhnya terintegrasi dalam memfasilitasi deteksi dini. Refleksinya, kolaborasi lintas sektor—kesehatan, pendidikan, dan komunitas—menjadi mutlak untuk mewujudkan generasi sehat mental.

Peran Keluarga dan Lingkungan Sekolah

Menurut IDAI, dukungan keluarga dan sekolah adalah benteng utama bagi remaja. Keluarga harus menciptakan ruang aman untuk berdialog, sementara sekolah mesti menumbuhkan budaya empati. Kedua lingkungan ini menjadi filter pertama terhadap tekanan eksternal yang dialami remaja.

Namun realitasnya, masih banyak keluarga yang tidak memahami tanda-tanda gangguan mental. Ada pula sekolah yang justru menambah tekanan dengan sistem kompetisi berlebihan. Akibatnya, remaja terjebak dalam ruang yang seharusnya aman, tetapi malah menimbulkan luka batin. Kondisi inilah yang harus segera direvisi dalam tata kelola pendidikan dan keluarga.

Pesannya jelas: keluarga dan sekolah harus saling bersinergi. Kritiknya, hubungan keduanya masih sering berjalan sendiri-sendiri, tanpa komunikasi yang intens. Refleksinya, membangun jejaring komunikasi antara orang tua, guru, dan tenaga kesehatan adalah langkah krusial.

Masa Depan Generasi dan Tanggung Jawab Kolektif

"Kesehatan mental bukan sekadar kondisi, melainkan fondasi kehidupan remaja yang layak diperjuangkan bersama." (dok. Bisnis Style)

Kesehatan mental remaja bukan isu personal, melainkan tanggung jawab kolektif bangsa. Generasi muda yang sehat mental adalah fondasi Indonesia Emas 2045. Jika masalah ini diabaikan, dampaknya bisa berupa penurunan kualitas sumber daya manusia yang berkepanjangan.

Masyarakat harus menyadari bahwa gangguan mental bukan aib, tetapi kondisi medis yang perlu ditangani. Dukungan dari lingkungan sosial, media, dan kebijakan publik akan sangat menentukan. Saat stigma terhapus, remaja akan lebih berani mencari bantuan. Langkah inilah yang akan melahirkan masyarakat yang sehat, tangguh, dan produktif.

Pesannya, masa depan bangsa ditentukan oleh keberanian kita menghadapi isu mental health secara terbuka. Kritiknya, kebijakan publik sering lebih fokus pada infrastruktur fisik ketimbang kesehatan jiwa. Refleksinya, saatnya bangsa ini berinvestasi dalam kesehatan mental sebagai bagian dari pembangunan nasional.

Penutup

Kesehatan mental remaja adalah isu yang tak boleh ditunda penanganannya. Data WHO dan IDAI sudah memberi peringatan bahwa generasi muda kita tengah berada di persimpangan rentan. Dukungan keluarga, sekolah, dan kebijakan publik menjadi tiga pilar yang saling terkait. Jika salah satunya runtuh, remaja akan menghadapi risiko lebih besar.

Seperti dikatakan Dr. Piprim, “Problem remaja yang seperti ini butuh dukungan keluarganya yang solid dan lingkungan.” Pernyataan ini menggambarkan bahwa kesehatan mental bukan sekadar soal klinis, melainkan soal relasi sosial yang sehat. Maka, membicarakan isu ini adalah bagian dari membicarakan masa depan bangsa. Wallahu a'lam

Disclaimer: 

Artikel ini disusun sebagai analisis berbasis laporan media. Tidak dimaksudkan sebagai diagnosis medis. Jika Anda atau orang terdekat mengalami gejala gangguan mental, segera konsultasikan ke tenaga profesional.

Daftar Pustaka

Pikiran Rakyat. (2025, 20 Agustus). IDAI: Remaja Rentan Gangguan Mental, Deteksi Dini Jadi Kunci Pencegahan. https://www.pikiran-rakyat.com/news/pr-019585569/idai-remaja-rentan-gangguan-mental-deteksi-dini-jadi-kunci-pencegahan?page=all

World Health Organization. (2023). Adolescent Mental Health. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/adolescent-mental-health

Kementerian Kesehatan RI. (2024). Laporan Kesehatan Jiwa Remaja di Indonesia. https://www.kemkes.go.id

IDAI. (2025). Webinar Kesehatan Mental Remaja. https://www.idai.or.id

UNICEF Indonesia. (2024). Masa Remaja dan Tantangan Kesehatan Mental. https://www.unicef.org/indonesia

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun