Menjaga Harmoni di Transportasi Umum
“Kesopanan adalah tiket tanpa harga, tetapi bernilai tinggi.”
Oleh Karnita
Pendahuluan
Langit pagi di ibu kota sering menjadi saksi antrean panjang penumpang di halte dan stasiun. Di tengah hiruk pikuk itu, setiap orang membawa tujuan dan urgensinya masing-masing, berbagi ruang dalam gerbong atau bus yang terbatas. Namun, yang sering terabaikan adalah bagaimana kita memaknai kebersamaan itu melalui etika sederhana.
Ketertarikan saya pada isu ini berawal dari pengamatan pribadi saat menumpang KRL menuju pusat kota. Di satu sisi, ada penumpang yang sigap menawarkan kursi kepada lansia, di sisi lain ada yang tetap menunduk pura-pura tidur. Perbedaan sikap ini menggambarkan betapa etika bukan hanya soal tahu atau tidak, tetapi mau atau enggan mempraktikkannya.
Di era urbanisasi cepat, transportasi umum menjadi nadi mobilitas masyarakat. Ketika etika di dalamnya diabaikan, yang lahir adalah ketegangan kecil namun konsisten, yang pada akhirnya mengikis kenyamanan bersama. Karena itu, membicarakan etika transportasi bukan sekadar nostalgia sopan santun, melainkan investasi untuk kualitas hidup perkotaan.
1. Etika Sebagai Benteng Kenyamanan Bersama
Transportasi umum bukan sekadar moda perjalanan, tetapi ruang sosial mini yang mempertemukan beragam latar belakang. Di dalamnya, etika berfungsi sebagai pagar tak terlihat yang menjaga keteraturan dan kenyamanan. Tanpa itu, setiap perjalanan bisa menjadi sumber stres yang berulang.
Kursi prioritas, misalnya, adalah bentuk keadilan sederhana bagi mereka yang membutuhkan. Namun, saat fungsi ini diabaikan, pesan yang tersirat adalah “kenyamanan saya lebih penting dari kebutuhan orang lain”. Inilah titik di mana etika menjadi tolak ukur kematangan sosial.
Menghargai ruang orang lain di transportasi umum tidak hanya mempermudah mobilitas, tetapi juga memperkuat rasa saling percaya antarpenumpang. Budaya ini, jika konsisten dijalankan, akan mengubah transportasi umum menjadi ruang yang lebih manusiawi.
2. Tantangan Membangun Budaya Tertib
Menerapkan etika di transportasi umum tidak semudah memberi tahu atau menempelkan poster aturan. Tantangan terbesar adalah perilaku imitasi—kita cenderung meniru apa yang lazim di sekitar kita. Jika ketidaktertiban menjadi norma, sulit bagi individu untuk tampil berbeda.
Kepadatan juga menjadi faktor pembatas. Dalam kondisi berdesakan, orang lebih fokus mencari celah bertahan daripada memikirkan kenyamanan orang lain. Di sinilah pentingnya desain fasilitas yang mendukung keteraturan, seperti pintu masuk dan keluar terpisah atau area khusus untuk barang besar.
Tanpa edukasi yang konsisten, etika akan selalu berada di wilayah “tahu tapi tak mau”. Dibutuhkan kampanye yang kreatif, kolaborasi lintas pihak, dan penegakan aturan yang jelas agar etika benar-benar membumi.
3. Peran Individu dan Kolektivitas
Etika di transportasi umum tidak akan terwujud jika hanya dibebankan pada pemerintah atau operator. Perubahan dimulai dari kesadaran setiap penumpang untuk menjadi bagian dari solusi. Tindakan sederhana seperti antre rapi, berbicara pelan, atau tidak menghalangi pintu sudah memberi dampak signifikan.
Namun, etika juga berkembang dalam konteks kolektif. Saat mayoritas penumpang patuh pada aturan tak tertulis, yang melanggar akan merasa “aneh” dan akhirnya ikut menyesuaikan diri. Di sinilah kekuatan budaya bekerja.
Kebersamaan di ruang transportasi publik adalah cermin karakter sebuah masyarakat. Jika ingin citra kota membaik, mulai dari membenahi perilaku warganya di moda transportasi.
4. Etika Sebagai Identitas Kota
Di beberapa negara seperti Jepang atau Singapura, etika transportasi menjadi bagian dari identitas nasional. Ketertiban bukan sekadar aturan, tetapi kebiasaan yang mendarah daging. Antrian rapi, suara rendah, dan kursi yang diberikan tanpa diminta adalah hal lumrah.
Indonesia memiliki peluang membangun identitas serupa. Kota-kota besar yang mengedepankan ketertiban transportasi akan lebih menarik bagi wisatawan dan investor. Dampak jangka panjangnya bahkan bisa memengaruhi ekonomi dan citra internasional.
Mengubah perilaku memang butuh waktu, tetapi setiap langkah kecil berarti. Mulai dari mengajarkan anak-anak untuk sopan di angkot hingga memastikan kampanye kesadaran hadir di setiap halte dan stasiun.
5. Edukasi Sejak Dini untuk Etika Berkendara
Membentuk perilaku etis di transportasi umum sebaiknya dimulai sejak usia sekolah. Anak-anak yang terbiasa diajarkan untuk antre, memberi kursi, dan menjaga kebersihan akan membawa kebiasaan itu hingga dewasa. Pendidikan etika ini bisa diintegrasikan ke dalam kurikulum atau melalui program ekstrakurikuler yang melibatkan simulasi nyata di moda transportasi.
Orang tua juga memegang peran penting sebagai teladan. Saat anak melihat orang tuanya berbicara pelan, membuang sampah pada tempatnya, atau mempersilakan lansia duduk, pesan itu akan tertanam lebih kuat daripada sekadar nasihat.
Dengan demikian, etika transportasi bukan lagi proyek sesaat atau kampanye musiman, melainkan bagian dari pembentukan karakter bangsa. Investasi pada generasi muda berarti memastikan masa depan transportasi umum yang lebih tertib dan nyaman.
Penutup
Etika di transportasi umum adalah investasi tak berwujud yang membayar dirinya sendiri melalui kenyamanan, keteraturan, dan rasa saling menghargai. Ia bukan beban, melainkan nilai tambah yang memperkaya pengalaman berkendara bersama.
“Kesopanan itu seperti udara segar—tidak terlihat, tapi hilangnya akan langsung terasa.” Jika kita ingin transportasi umum yang membanggakan, mulailah dengan membawa etika di setiap perjalanan. Satu kursi yang kita relakan, satu langkah yang kita sisihkan untuk memberi jalan, adalah kontribusi nyata bagi harmoni kota.
Disclaimer: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi atau pihak tertentu.
Daftar Pustaka:
- Kompas.com. (2025). Etika di Transportasi Umum: Mengapa Perlu, dan Bagaimana Kita Bisa Mempraktikkannya? https://www.kompas.com
- Jakarta MRT. (2024). Panduan Penumpang dan Etika Berkendara. https://www.jakartamrt.co.id
- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2023). Peraturan Tertib Transportasi Umum. https://www.jakarta.go.id
- Tempo.co. (2024). Budaya Antri dan Etika di Moda Transportasi Publik. https://www.tempo.co
- Japan National Tourism Organization. (2023). Public Transport Etiquette in Japan. https://www.japan.travel
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI