Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengelola Kerukunan, Menjaga Kepercayaan Bersama

14 Agustus 2025   22:02 Diperbarui: 14 Agustus 2025   22:02 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua MUI Kota Bekasi Syaifuddin Siraj dan Putri Yeni alias Umi Cinta usai rapat koordinasi di  Kel. Mustikajaya.(ACHMAD NASRUDIN Y./KOMPAS.com)

Mengelola Kerukunan, Menjaga Kepercayaan Bersama

"Kebersamaan tak lahir dari keseragaman, melainkan dari saling memahami."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Pagi 14 Agustus 2025, suasana Kantor Kelurahan Mustikajaya, Kota Bekasi, tampak lebih ramai dari biasanya. Berita bertajuk "MUI Bekasi: Aktivitas Keagamaan Umi Cinta Tak Menyimpang" di Kompas.com menyoroti keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi yang menyatakan pengajian pimpinan Putri Yeni alias Umi Cinta tidak melanggar ajaran Islam. Keputusan ini diambil melalui rapat koordinasi yang melibatkan unsur pemerintah, kepolisian, TNI, kejaksaan, dan warga.

Isu ini menjadi relevan di tengah meningkatnya kepekaan publik terhadap aktivitas keagamaan di ruang privat maupun publik. Polemik yang sempat memanas di perumahan Dukuh Zamrud memperlihatkan bagaimana gesekan sosial bisa terjadi meski substansi ajaran dinilai tidak menyimpang. Dalam konteks ini, peran mediasi dan keputusan berbasis musyawarah menjadi krusial.

Penulis tertarik membahas kasus ini karena ia menyentuh ranah yang sangat sensitif: hubungan antara keyakinan, keteraturan sosial, dan perizinan aktivitas publik. Diskusi ini penting bukan hanya untuk Bekasi, tetapi juga bagi daerah lain yang menghadapi tantangan serupa dalam mengelola keberagaman praktik keagamaan.

1. Keputusan MUI: Klarifikasi dan Penegasan

Keputusan MUI Kota Bekasi menegaskan bahwa materi pengajian Umi Cinta tidak menunjukkan indikasi penyimpangan dari ajaran Islam. Pernyataan ini disampaikan Ketua MUI, Syaifuddin Siraj, setelah mendengarkan langsung penjelasan dari Putri Yeni dan memeriksa kriteria ajaran yang dianggap menyimpang. Langkah ini meredakan sebagian kekhawatiran publik yang sebelumnya dipicu oleh rumor dan kesalahpahaman.

Namun, klarifikasi ini tidak serta-merta menghapus semua persoalan yang ada. Isu yang berkembang di masyarakat tidak hanya soal isi pengajian, tetapi juga menyangkut dampak sosial, seperti parkir liar, peliharaan anjing, dan perubahan perilaku anggota. Artinya, keputusan MUI menyentuh aspek doktrinal, sementara aspek sosial tetap memerlukan penanganan terpisah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun