Mengelola Kerukunan, Menjaga Kepercayaan Bersama
"Kebersamaan tak lahir dari keseragaman, melainkan dari saling memahami."
Oleh Karnita
Pendahuluan
Pagi 14 Agustus 2025, suasana Kantor Kelurahan Mustikajaya, Kota Bekasi, tampak lebih ramai dari biasanya. Berita bertajuk "MUI Bekasi: Aktivitas Keagamaan Umi Cinta Tak Menyimpang" di Kompas.com menyoroti keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi yang menyatakan pengajian pimpinan Putri Yeni alias Umi Cinta tidak melanggar ajaran Islam. Keputusan ini diambil melalui rapat koordinasi yang melibatkan unsur pemerintah, kepolisian, TNI, kejaksaan, dan warga.
Isu ini menjadi relevan di tengah meningkatnya kepekaan publik terhadap aktivitas keagamaan di ruang privat maupun publik. Polemik yang sempat memanas di perumahan Dukuh Zamrud memperlihatkan bagaimana gesekan sosial bisa terjadi meski substansi ajaran dinilai tidak menyimpang. Dalam konteks ini, peran mediasi dan keputusan berbasis musyawarah menjadi krusial.
Penulis tertarik membahas kasus ini karena ia menyentuh ranah yang sangat sensitif: hubungan antara keyakinan, keteraturan sosial, dan perizinan aktivitas publik. Diskusi ini penting bukan hanya untuk Bekasi, tetapi juga bagi daerah lain yang menghadapi tantangan serupa dalam mengelola keberagaman praktik keagamaan.
1. Keputusan MUI: Klarifikasi dan Penegasan
Keputusan MUI Kota Bekasi menegaskan bahwa materi pengajian Umi Cinta tidak menunjukkan indikasi penyimpangan dari ajaran Islam. Pernyataan ini disampaikan Ketua MUI, Syaifuddin Siraj, setelah mendengarkan langsung penjelasan dari Putri Yeni dan memeriksa kriteria ajaran yang dianggap menyimpang. Langkah ini meredakan sebagian kekhawatiran publik yang sebelumnya dipicu oleh rumor dan kesalahpahaman.
Namun, klarifikasi ini tidak serta-merta menghapus semua persoalan yang ada. Isu yang berkembang di masyarakat tidak hanya soal isi pengajian, tetapi juga menyangkut dampak sosial, seperti parkir liar, peliharaan anjing, dan perubahan perilaku anggota. Artinya, keputusan MUI menyentuh aspek doktrinal, sementara aspek sosial tetap memerlukan penanganan terpisah.