Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gotong Royong, Mahkota yang Tak Tergantikan

12 Agustus 2025   17:01 Diperbarui: 12 Agustus 2025   17:01 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karya seni rupa Burung Garuda, hasil  warga Dusun II, Desa Kolam, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang, (9/8/2025).(KOMPAS.com/CRISTISON S.P.)

Gotong Royong, Mahkota yang Tak Tergantikan

"Bila kebersamaan dibeli, maka ia kehilangan jiwa; bila lahir dari hati, ia abadi."

Oleh Karnita

Pendahuluan

Sabtu pagi, 9 Agustus 2025, udara di Dusun II Desa Kolam, Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang, dipenuhi riuh suara palu, gesekan gergaji, dan tawa warga. Berita Kompas.com berjudul "Tolak Donatur Meriahkan Hari Kemerdekaan, Gotong Royong Warga Desa Kolam Masih Kuat" memotret pemandangan unik: ornamen burung Garuda, tank, dan kuda megah berdiri di pinggir jalan utama, semua lahir dari tangan warga, tanpa sepeser pun bantuan sponsor. Sikap menolak donasi ini terasa seperti anomali di tengah budaya instan dan pragmatis yang kerap mendominasi perayaan hari besar.

Denny Wijaya, Kepala Dusun, menjelaskan bahwa pilihan ini bukan sekadar keputusan teknis, melainkan komitmen menjaga esensi gotong royong. Penolakan dana luar, meski menggoda, diyakini dapat menjaga kemurnian karya, sekaligus memastikan penilaian lomba 17 Agustusan tetap murni. Dalam konteks saat ini, di mana banyak kegiatan publik disokong sponsor, langkah Desa Kolam mengingatkan bahwa kebersamaan sejati tak memerlukan label atau logo pihak luar.

Penulis merasa tertarik pada kisah ini karena ia menghadirkan pesan sosial yang relevan: mempertahankan nilai luhur di tengah derasnya arus komersialisasi dan individualisme. Perayaan kemerdekaan yang lahir dari swadaya, kerja keras, dan hati tulus warga menjadi contoh bahwa kemerdekaan bukan hanya dirayakan, tetapi juga dihidupi melalui tindakan nyata. Inilah yang membuat kisah ini tak sekadar berita desa, melainkan cermin bagi seluruh bangsa.

1. Menolak Sponsor, Menjaga Kemurnian

Keputusan Desa Kolam untuk menolak donatur bukan sekadar sikap idealis, melainkan strategi melindungi marwah perayaan. Dalam lomba tingkat desa, mereka menyadari bahwa campur tangan sponsor dapat mengaburkan penilaian juri dan mengurangi nilai kebersamaan. Aturan yang mereka pegang ini membuat hasil karya terasa lebih autentik.

Menariknya, keputusan ini diambil di tengah situasi di mana banyak pihak justru bergantung pada bantuan pihak ketiga. Bagi warga Kolam, nilai gotong royong bukan retorika, tetapi prinsip hidup yang harus dipegang teguh. Mereka ingin setiap ornamen dan dekorasi benar-benar lahir dari tangan dan pikiran warga sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun