Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keadilan Bukan Soal Besar Kecilnya Angka, Tapi Benar atau Tidaknya Data

8 Agustus 2025   21:00 Diperbarui: 8 Agustus 2025   21:00 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ismanto, buruh jahit Pekalongan, kaget terima tagihan pajak Rp2,8 miliar padahal tak pernah lakukan transaksi. (TRIBUN JATENG/Indra Dwi P.) 

Di sinilah pentingnya validasi lapangan. Petugas pajak memang datang dengan surat resmi. Namun, kejutan angka fantastis itu sudah cukup membuat warga kecil kehilangan rasa aman. Kejadian seperti ini dapat menimbulkan persepsi bahwa negara tidak berpihak pada rakyat kecil.

Kasus ini menjadi pelajaran bahwa sistem yang salah sasaran bisa menimbulkan trauma. Apalagi jika yang terkena adalah orang dengan daya tawar ekonomi yang lemah. Luka psikologis akibat ketidakadilan administratif sering kali lebih dalam daripada kerugian materiil.

2. Kerapuhan Perlindungan Data Pribadi

NIK dan NPWP bukan sekadar angka. Ia adalah pintu masuk ke identitas hukum seseorang. Begitu data ini bocor, potensi penyalahgunaan terbuka lebar. Satu kali kebocoran bisa menjadi pintu bagi masalah hukum yang panjang.

Kasus Ismanto menunjukkan lemahnya mekanisme perlindungan di hulu. Bagaimana mungkin data transaksi miliaran bisa tercatat tanpa verifikasi pihak yang bersangkutan? Ini menandakan adanya celah besar dalam rantai pengawasan administrasi.

Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi memang sudah ada. Namun, penegakan dan sosialisasinya belum maksimal. Banyak warga bahkan tak tahu risiko meminjamkan KTP kepada orang lain. Kurangnya literasi digital dan hukum membuat warga semakin rentan.

Inilah titik rawan yang harus segera diperkuat. Tanpa perlindungan data yang kokoh, wargalah yang akan menjadi korban paling awal. Negara yang abai terhadap data warganya berarti abai terhadap martabat warganya sendiri.

3. Sisi Manusiawi di Balik Angka

Berita ini menampilkan wajah manusia di balik istilah teknis perpajakan. Ada perasaan kaget, takut, dan tidak percaya yang dialami Ismanto. Emosi-emosi ini nyata dan tak bisa dihapus hanya dengan penjelasan prosedur.

Ketika sistem negara memanggil nama seseorang, implikasinya bisa besar. Meski dalam kasus ini kedatangan petugas hanya untuk klarifikasi, tetap saja efek psikologisnya nyata. Kekhawatiran akan stigma sosial pun menjadi bayang-bayang yang sulit dihindari.

Publik perlu mengingat bahwa di balik setiap kasus ada cerita hidup yang berharga. Data bukan sekadar input digital. Ia merepresentasikan kehidupan nyata seseorang. Menyederhanakan manusia menjadi sekumpulan angka adalah kekeliruan moral.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun