Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bukan Sekadar Balon, Tapi Mimpi yang Mengudara

6 Agustus 2025   19:47 Diperbarui: 6 Agustus 2025   19:49 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak kelas 4 dan 5 SDN Pangkalan 1, Sobang, Pandeglang ikuti kelas Jagat Literasi Kompas.com, (6/8/2025).(KOMPAS.COM/ACEP N.)

Bukan Sekadar Balon, Tapi Mimpi yang Mengudara
“Kadang-kadang, yang dibutuhkan anak-anak hanyalah satu peluncuran kecil untuk mimpi yang besar.”

Oleh Karnita

Pendahuluan

Balon-balon melesat ke langit-langit kelas dengan sorak dan tawa riang. Anak-anak di SDN Pangkalan 1, Kecamatan Sobang, Pandeglang, menyambut hari yang tak biasa, Rabu, 6 Agustus 2025. Judul berita Kompas.com, “Ketika 'Samsul dan Susanto' Terbang Bawa Mimpi Anak-anak SD Pandeglang”, ditulis Acep Nazmudin dan Glori K. Wadrianto, begitu menggugah.

Penulis mengapresiasi artikel tersebut karena berhasil memotret imajinasi dan ketulusan anak-anak dengan lensa jurnalisme yang hangat dan humanis. Tak hanya mengangkat isu pendidikan, liputan ini juga memperlihatkan bagaimana literasi dan sains bisa hidup di ruang-ruang yang nyaris tak tersentuh. Penulis merasa perlu mengangkat kembali kisah ini sebagai refleksi publik tentang ketimpangan akses pendidikan di negeri ini.

Urgensi artikel ini tak hanya menyentuh perayaan HUT Kompas.com ke-30, melainkan juga momentum kemerdekaan Indonesia. Di tengah riuh perayaan, suara-suara kecil dari desa terpencil ini menghadirkan makna yang lebih dalam. Apa arti merdeka jika tidak ada kebebasan bermimpi dan bertumbuh?

1. Roket Balon dan Semangat STEM di Pelosok

Roket balon adalah alat sederhana, tapi efeknya luar biasa. Anak-anak tidak sekadar bermain, mereka diajak berpikir, menganalisis, dan mencoba. Konsep STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics) masuk ke ruang kelas tanpa membuat takut.

Di tempat terpencil seperti Sobang, pendidikan seringkali berhenti di hapalan. Maka, metode belajar seperti ini bagaikan jendela baru yang dibuka lebar. Anak-anak belajar tentang dorongan udara, arah gerak, dan kreativitas dalam eksperimen. Bukan dari buku, tapi dari pengalaman langsung.

Program Jagat Literasi menjembatani kesenjangan itu dengan cerdas dan menyenangkan. Ia tidak memaksakan perubahan, tapi menumbuhkan rasa ingin tahu. Dan dari sinilah benih mimpi mulai tumbuh—bukan karena teori, tapi karena percaya pada kemungkinan.

2. Imajinasi Anak Desa: Dari Naura hingga Samsul

Anak-anak kelas 4 dan 5 SDN Pangkalan 1, Sobang, Pandeglang ikuti kelas Jagat Literasi Kompas.com, (6/8/2025).(KOMPAS.COM/ACEP N.)
Anak-anak kelas 4 dan 5 SDN Pangkalan 1, Sobang, Pandeglang ikuti kelas Jagat Literasi Kompas.com, (6/8/2025).(KOMPAS.COM/ACEP N.)

Naura ingin jadi konten kreator. Fahmi bermimpi jadi atlet voli profesional. Impian mereka sederhana, tapi sangat nyata. Tidak ada sinisme atau keraguan—hanya keyakinan polos dan semangat belajar.

Ketika mereka memberi nama roket buatannya—Samsul, Susanto, Ucup, Jaenudin—kita melihat cermin dunia anak. Nama-nama itu mungkin terdengar lucu, tapi bagi mereka, itulah tokoh-tokoh fiksi yang mengantar harapan. Imajinasi, dalam dunia anak-anak, tidak butuh logika.

Dalam tawa mereka, terselip harapan tentang masa depan. Harapan itu tidak dibentuk oleh kurikulum, tetapi oleh interaksi, eksperimen, dan keberanian mencoba. Di sinilah pentingnya pendidikan yang memerdekakan: memberi ruang untuk mencoba dan gagal.

Artikel ini menyentuh karena memuliakan hal-hal kecil yang sering diabaikan. Imajinasi anak-anak adalah aset bangsa yang tak boleh dibiarkan padam hanya karena letak geografis.

3. Literasi sebagai Akses, Bukan Sekadar Program

Naura adalah juara kelas, tapi tidak punya buku cerita. Fahmi suka membaca, tapi tidak ada bacaan selain buku pelajaran. Ironi ini bukan kasus tunggal. Ini potret banyak anak Indonesia yang semangat belajarnya melebihi akses yang tersedia.

Jagat Literasi hadir bukan hanya memberi pelatihan, tapi juga membawa buku. Buku-buku itu menjadi semacam "oksigen" bagi ruang kelas yang nyaris hampa imajinasi. Dongeng Telaga Biru yang dibacakan pun menjadi pengalaman baru bagi mereka—dongeng pertama yang benar-benar membuat mereka terdiam.

Literasi harus dimaknai sebagai akses yang merata. Bukan sekadar program simbolik atau agenda institusional. Apa artinya literasi jika buku-buku terbaik hanya berputar di kota?

Pemerataan literasi bukan hanya soal distribusi buku. Ini soal hadirnya manusia-manusia yang peduli, seperti relawan-relawan ekspedisi Kata ke Nyata. Literasi tidak hanya tumbuh dari teks, tapi dari teladan dan interaksi.

4. Pendidikan dan Kolaborasi yang Membumi

Program Jagat Literasi tidak digerakkan oleh pemerintah. Tapi oleh kolaborasi antara Kompas.com, Riady Foundation, Gramedia, Paragon, dan Blibli. Ini menandakan bahwa pendidikan masa depan tidak bisa hanya mengandalkan negara.

Kolaborasi multipihak adalah masa depan pendidikan Indonesia. Ketika dunia usaha, media, dan lembaga sosial bersatu, lahirlah gerakan yang kontekstual dan menjangkau yang terpinggirkan. Di sinilah makna pendidikan sebagai tanggung jawab kolektif terlihat nyata.

Kegiatan ini tidak berhenti pada satu hari mengajar. Ia membangun hubungan emosional, kepercayaan, dan membuka harapan baru. Anak-anak belajar bahwa dunia luar peduli kepada mereka.

Pesan pentingnya: pendidikan tidak harus monumental. Ia bisa hadir dalam bentuk raket balon, dongeng, atau percakapan kecil. Yang penting, ia membumi dan memberi ruang untuk tumbuh.

5. Refleksi Kemerdekaan: Apa Arti Terbang bagi Anak?

Anak-anak kelas 4 dan 5 SDN Pangkalan 1, Sobang, Pandeglang ikuti kelas Jagat Literasi Kompas.com, (6/8/2025).(KOMPAS.COM/ACEP N.)
Anak-anak kelas 4 dan 5 SDN Pangkalan 1, Sobang, Pandeglang ikuti kelas Jagat Literasi Kompas.com, (6/8/2025).(KOMPAS.COM/ACEP N.)

Naura dan Fahmi bukan sekadar anak desa. Mereka adalah wajah Indonesia yang sesungguhnya—yang berani bermimpi meski dibatasi keadaan. Mereka tidak butuh janji, mereka butuh kesempatan.

Balon-balon yang terbang hari itu bukan cuma permainan. Ia adalah metafora tentang kemerdekaan—bahwa anak-anak harus diberi hak untuk terbang, untuk gagal, dan untuk percaya pada mimpi sendiri. Jika anak-anak di kota sudah terbiasa dengan teknologi, maka anak-anak di desa harus terbiasa dengan keberanian.

Melalui kegiatan ini, kita diingatkan bahwa pendidikan harus adil, setara, dan menyentuh nurani. Jangan biarkan kemerdekaan hanya jadi seremoni. Ia harus jadi bahan bakar bagi perubahan konkret di pelosok.

Mengutip kata bijak: “Anak-anak yang diberi ruang bermimpi hari ini, adalah pemimpin yang akan memimpin dengan imajinasi besok.” Maka tugas kita: jangan biarkan satu pun mimpi tertinggal di tanah sebelum sempat melesat ke langit.

Penutup

Jagat Literasi telah memberi pelajaran penting bagi kita semua. Tentang bagaimana pendidikan bisa hadir dengan cara sederhana, namun berdampak besar.

Semoga “Samsul dan Susanto” tidak berhenti di langit-langit kelas. Tapi terus terbang, menembus langit harapan, menuju Indonesia yang merdeka dalam makna yang sebenar-benarnya.

"Yang membuat anak-anak terus melangkah bukan karena mereka tahu jalan, tapi karena mereka percaya jalan itu ada."

Disclaimer

Tulisan ini merupakan refleksi pribadi berdasarkan artikel Kompas.com, disusun untuk kepentingan edukasi dan analisis kebijakan pendidikan.

Daftar Pustaka

Acep Nazmudin & Glori K. Wadrianto. (2025). Ketika "Samsul dan Susanto" Terbang Bawa Mimpi Anak-anak SD Pandeglang. Kompas.com.

Kompas.com. (2025). Gembiranya Anak-anak Pandeglang Belajar Literasi Cek Fakta dan STEM.

Alamsyah, M. (2022). Literasi di Pelosok Negeri: Sebuah Tantangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

UNESCO. (2024). Global Education Monitoring Report 2024. https://unesdoc.unesco.org/ark:/48223/pf0000380243

World Bank. (2023). Learning Poverty: Concepts, Measurements and Trends. https://www.worldbank.org/en/topic/education/publication/learning-poverty

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun