Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bukan Sekadar Balon, Tapi Mimpi yang Mengudara

6 Agustus 2025   19:47 Diperbarui: 6 Agustus 2025   19:49 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak kelas 4 dan 5 SDN Pangkalan 1, Sobang, Pandeglang ikuti kelas Jagat Literasi Kompas.com, (6/8/2025).(KOMPAS.COM/ACEP N.)

4. Pendidikan dan Kolaborasi yang Membumi

Program Jagat Literasi tidak digerakkan oleh pemerintah. Tapi oleh kolaborasi antara Kompas.com, Riady Foundation, Gramedia, Paragon, dan Blibli. Ini menandakan bahwa pendidikan masa depan tidak bisa hanya mengandalkan negara.

Kolaborasi multipihak adalah masa depan pendidikan Indonesia. Ketika dunia usaha, media, dan lembaga sosial bersatu, lahirlah gerakan yang kontekstual dan menjangkau yang terpinggirkan. Di sinilah makna pendidikan sebagai tanggung jawab kolektif terlihat nyata.

Kegiatan ini tidak berhenti pada satu hari mengajar. Ia membangun hubungan emosional, kepercayaan, dan membuka harapan baru. Anak-anak belajar bahwa dunia luar peduli kepada mereka.

Pesan pentingnya: pendidikan tidak harus monumental. Ia bisa hadir dalam bentuk raket balon, dongeng, atau percakapan kecil. Yang penting, ia membumi dan memberi ruang untuk tumbuh.

5. Refleksi Kemerdekaan: Apa Arti Terbang bagi Anak?

Anak-anak kelas 4 dan 5 SDN Pangkalan 1, Sobang, Pandeglang ikuti kelas Jagat Literasi Kompas.com, (6/8/2025).(KOMPAS.COM/ACEP N.)
Anak-anak kelas 4 dan 5 SDN Pangkalan 1, Sobang, Pandeglang ikuti kelas Jagat Literasi Kompas.com, (6/8/2025).(KOMPAS.COM/ACEP N.)

Naura dan Fahmi bukan sekadar anak desa. Mereka adalah wajah Indonesia yang sesungguhnya—yang berani bermimpi meski dibatasi keadaan. Mereka tidak butuh janji, mereka butuh kesempatan.

Balon-balon yang terbang hari itu bukan cuma permainan. Ia adalah metafora tentang kemerdekaan—bahwa anak-anak harus diberi hak untuk terbang, untuk gagal, dan untuk percaya pada mimpi sendiri. Jika anak-anak di kota sudah terbiasa dengan teknologi, maka anak-anak di desa harus terbiasa dengan keberanian.

Melalui kegiatan ini, kita diingatkan bahwa pendidikan harus adil, setara, dan menyentuh nurani. Jangan biarkan kemerdekaan hanya jadi seremoni. Ia harus jadi bahan bakar bagi perubahan konkret di pelosok.

Mengutip kata bijak: “Anak-anak yang diberi ruang bermimpi hari ini, adalah pemimpin yang akan memimpin dengan imajinasi besok.” Maka tugas kita: jangan biarkan satu pun mimpi tertinggal di tanah sebelum sempat melesat ke langit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun