Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Kekuasaan Lebih Berharga dari Perdamaian

6 Agustus 2025   16:02 Diperbarui: 6 Agustus 2025   16:02 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang-orang berjalan di jalan yang dikelilingi gedung-gedung yang hancur akibat bombardir Israel di Jalur Gaza, 29 /7/2025. (Republika.co.id)

Kritik dari mantan kepala operasi militer Yisrael Ziv memperkuat hal itu. Ia menyebut pemerintah tak berupaya mencapai tujuan perang, melainkan mempertahankan ilusi pada rakyat. Refleksi ini penting untuk menunjukkan bahwa perang kerap menjadi alat pelanggengan kuasa, bukan solusi.

2. Ketegangan Internal dan Manipulasi Politik

Konflik yang berlangsung juga menunjukkan betapa retaknya institusi Israel dari dalam. Ketidaksepakatan antara militer dan Netanyahu adalah indikasi krisis kepercayaan internal. Situasi ini diperparah oleh langkah Netanyahu mempolitisasi isu sandera.

Dalam laporan Saluran 14 Ibrani, bahkan Kepala Staf Eyal Zamir sempat mengancam mundur. Ia tidak setuju dengan opsi pendudukan ulang yang dipaksakan oleh Netanyahu. Hal ini menunjukkan bahwa perang dilanjutkan tanpa konsensus, bahkan di dalam lingkar kekuasaan sendiri.

Netanyahu seolah menyandera rakyatnya sendiri. Ia menolak kesepakatan demi mempertahankan wajah keras di hadapan oposisi dan dunia internasional. Artikel ini dengan tajam memotret bagaimana dilema sandera digunakan sebagai kartu tawar politik.

3. Amerika Serikat dan Normalisasi Kekerasan

Salah satu poin krusial dari artikel adalah sorotan pada peran Amerika Serikat. AS disebut bukan hanya sebagai sekutu strategis, tetapi juga pelindung kebijakan agresif Israel. Bahkan, veto AS terhadap penyelesaian damai memperkuat keyakinan Netanyahu untuk terus menyerang.

James Robbins dari Dewan Kebijakan Luar Negeri AS menyalahkan Hamas sebagai penghalang perdamaian. Narasi ini dijadikan legitimasi atas tindakan militer yang melanggar hak asasi. Pandangan ini berbahaya karena mereduksi tragedi menjadi masalah penyerahan senjata semata.

Ahmed al-Haila menggambarkan posisi AS sebagai penghancur hukum internasional. Aliansi ideologis dengan sayap kanan Israel memperkuat impunitas atas pelanggaran kemanusiaan. Refleksi ini penting karena menunjukkan bahwa kekerasan bisa dilanggengkan oleh sistem dan narasi yang tampak sah.

4. Genosida dan Keterlibatan Barat

Claudia Webb, mantan anggota parlemen Inggris, menyebut agresi di Gaza sebagai genosida terorganisasi. Bukan sekadar perang, tapi kejahatan sistematis dengan dukungan diam-diam dari negara-negara Barat. Ini adalah dakwaan moral yang harus diperhatikan dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun