Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Ketika Hujan Turun di Kemarau: Mengurai Anomali Iklim dan Mitigasi yang Belum Satu Arah

1 Agustus 2025   18:49 Diperbarui: 1 Agustus 2025   18:49 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kritiknya, kampanye iklim sering hanya menyasar kalangan menengah kota, dengan jargon-jargon akademik yang menjauhkan. Pemerintah dan organisasi sipil perlu memproduksi bahan edukasi iklim berbasis kearifan lokal: visual, naratif, dan berbahasa daerah agar benar-benar menjangkau semua kalangan.

5. Krisis Iklim dan Masa Depan Tata Kelola

Apa yang terjadi dalam sepekan terakhir adalah fragmen dari krisis yang lebih besar—perubahan iklim global yang mulai menggerus stabilitas sosial dan ekologis. Jika kita tidak segera beradaptasi secara struktural dan budaya, maka krisis ini akan berkembang menjadi darurat multidimensi yang merusak ekonomi, kesehatan, dan keamanan nasional.

Tata kelola iklim di Indonesia perlu mengalami reposisi dari responsif menjadi transformasional. Artinya, bukan hanya memadamkan api dan menyalurkan bantuan, tetapi merancang ulang sistem yang membuat bencana tak perlu terjadi. Hal ini mencakup reformulasi kebijakan, sinergi antar kementerian, serta pelibatan komunitas adat dan ilmuwan iklim dalam pengambilan keputusan.

Refleksi akhirnya: kita tidak bisa melawan alam, tapi kita bisa mengurangi dampaknya jika tata kelola berjalan selaras dengan ilmu dan kearifan. Cuaca telah memberi pesan yang amat jelas—sekarang giliran kita untuk menjawab dengan tindakan yang setara.

Penutup

Anomali cuaca adalah cermin: apakah kita sungguh-sungguh belajar dari bencana, atau hanya sibuk menghafal SOP saat krisis datang. Jika banjir saat kemarau masih dianggap “musibah,” bukan sinyal untuk berubah, maka kita sedang berjalan mundur di atas jalan yang seharusnya membawa kita maju.

"Bukan perubahan iklim yang mengancam masa depan kita, tapi ketakutan untuk berubah yang membunuh harapan."

Disclaimer:

Artikel ini ditulis untuk kepentingan edukasi publik berbasis data dan refleksi kebijakan, tidak mewakili institusi tertentu dan tidak dimaksudkan untuk menimbulkan kepanikan.

Daftar Pustaka:

  1. Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (2025). Rilis Resmi: Cuaca Ekstrem di Musim Kemarau. Diakses dari https://bnpb.go.id/berita/cuaca-ekstrem-2025
  2. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. (2024). Outlook Iklim Musim Kemarau. Jakarta: BMKG. https://www.bmkg.go.id
  3. Kementerian PPN/Bappenas. (2023). Kajian Risiko Bencana dan Adaptasi Iklim Nasional. Jakarta. https://www.bappenas.go.id
  4. Kompas.id. (2025, 1 Agustus). Hujan Deras Landa Kemarau: Mengapa? https://www.kompas.id
  5. Republika.co.id. (2025, 1 Agustus). BNPB: Banjir dan Angin Kencang Saat Kemarau, Waspadai Anomali Cuaca. https://www.republika.co.id/berita/s6a2zl478

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun